Jakarta selalu punya cerita. Bukan sekadar hiruk-pikuk ibu kota, tapi juga kisah tentang mereka yang mencoba membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik tanpa sorotan besar, tanpa panggung mewah. Salah satunya adalah sosok muda bernama Cahaya Manthovani.
Kompas TV baru saja menganugerahkan penghargaan Puspa Nawasena kepada Cahaya, perempuan kelahiran Jakarta, 7 Juli 1999, dalam ajang Anugerah Puspa Bangsa 2025.
Panitia memberikan penghargaan ini kepada perempuan muda yang membawa harapan baru dan membentuk masa depan Indonesia melalui aksi nyata dan keberanian menciptakan perubahan sosial. Bagi Cahaya, penghargaan ini bukan sekadar trofi atau bentuk apresiasi. Ini adalah sebuah panggilan tanggung jawab.
Tidak Sekadar Simpati, Tapi Aksi
Cahaya bukan aktivis instan. Ia telah aktif di berbagai kegiatan sosial, pendidikan, advokasi, dan pemberdayaan komunitas sejak usia muda. Lewat lembaga yang dipimpinnya, Yayasan Inklusi Pelita Bangsa, ia menunjukkan bahwa kepedulian sosial bukan hanya wacana.
Salah satu program unggulannya adalah dukungan terhadap inisiatif Makan Bergizi Gratis yang digagas pemerintah. Melalui yayasan tersebut, Cahaya berhasil menyalurkan makanan bergizi kepada lebih dari 1.500 siswa dan guru di 11 Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kota Tangerang, Banten. Di balik angka itu, ada kerja keras, konsistensi, dan komitmen. Ia berupaya memastikan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan hak dasar mereka, termasuk akses terhadap makanan sehat dan bergizi.
Cahaya mendorong kolaborasi antara komunitas, pemerintah, dan dunia pendidikan. Menurutnya, keberlanjutan sebuah gerakan sosial hanya bisa terjadi jika semua pihak turut serta mengambil bagian.
Warisan Nilai, Bukan Jabatan
Sebagai putri dari Reda Manthovani, Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen di Kejaksaan Agung, Cahaya tentu mengenal dunia birokrasi dan penegakan hukum sejak kecil. Namun, ia memilih jalur yang berbeda berbasis kemanusiaan, akar rumput, dan kepekaan sosial.
Menariknya, Cahaya tidak menjadikan latar belakang keluarganya sebagai “kendaraan utama”. Dia memanfaatkan pengaruhnya untuk memperluas jangkauan kegiatan sosial, membangun jaringan dengan komunitas akar rumput, dan menyuarakan kepentingan kelompok-kelompok yang selama ini terpinggirkan.
Cahaya merupakan bagian dari Generasi Z, generasi yang sering kali lebih nyaman menghadapi dunia digital daripada berinteraksi langsung dalam realita sosial. Namun, ia membuktikan bahwa generasinya juga bisa menjadi agen perubahan. Ia mengajak rekan-rekannya untuk tidak sekadar ‘peduli’ lewat unggahan media sosial, tetapi juga terjun langsung, membangun jejaring, dan menanamkan nilai-nilai empati dalam kehidupan sehari-hari.
Cahaya juga menaruh perhatian besar pada Generasi Emas 2045, yakni generasi muda yang akan memimpin Indonesia saat negara ini genap 100 tahun. Menurutnya, saat ini adalah waktu yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai kepemimpinan berbasis empati dan aksi nyata.
Panitia Anugerah Puspa Bangsa 2025 memberikan Penghargaan Puspa Nawasena kepada Cahaya, yang berarti “masa depan yang cerah” dalam bahasa Sanskerta. Penghargaan ini merupakan salah satu dari lima kategori yang dirancang untuk mengapresiasi perempuan inspiratif dari seluruh Indonesia.
Bukan hanya Selebrasi Prestasi
Ajang ini bukan sekadar selebrasi, tapi wadah untuk mengangkat kisah perubahan dari ketulusan dan aksi nyata. Cahaya mewakili energi muda yang rela turun tangan, tak haus popularitas, dan mengutamakan kemanusiaan.
Cahaya Manthovani membuktikan bahwa perubahan besar lahir dari langkah kecil yang konsisten dan penuh empati. Di balik penghargaan Puspa Nawasena 2025, terdapat sosok perempuan muda yang tak hanya berani bermimpi, tapi juga berani bertindak.
Dengan semangat dan kerja nyata, Cahaya menginspirasi generasi muda Indonesia untuk terlibat langsung dalam perubahan sosial, menjadikan harapan bukan sekadar cerita, melainkan nyata di setiap langkah perjuangan mereka.
Baca juga: Fajar Menang MasterChef Indonesia Season 12 dan Lamar Zahra di Grand Final