Akses Pendidikan Privilege di Indonesia
Pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara. Namun, dalam praktikan di Indonesia, pendidikan seringkali masih menjadi sebuah privilege. Meskipun konstitusi dan berbagai kebijakan dan berbagai kebijakan telah mengamanatkan pemerataan pendidikan, realita di lapangan menunjukkan ketimpangan akses yang mencolok, baik dari sisi geografis, ekonomi, maupun kualitas.
Salah satu faktor utama penyebab ketimpangan pendidikan di Indonesia adalah lokasi geografis. Di kota-kota besar, fasilitas pendidikan tersedia dalam jumlah banyak dan relatif berkualitas, mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Di sisi lain, anak-anak daerah terpencil sering harus berjalan kaki berjam-jam untuk mencapai sekolah dasar, apalagi jika ingin mlanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Keterbatasan infrastruktur, seperti jalan yang rusak, transportasi publik yang minim, hingga akses internet yang buruk, memperburuk kondisi ini. Belum lagi masalah kekurangan guru berkualitas dan minimnya sarana belajar. Pengenalan pendidikan digital secara luas justru semakin membuat daerah-daerah tertinggal kian tertinggal karena mereka tidak memiliki perangkat atau jaringan yang memadai.
Selama tempat lahir dan latar belakang ekonomi masih memengaruhi akses seseorang terhadap pendidikan, maka pendidikan belum sepenuhnya menjadi hak semua orang. Mewujudkan keadilan dalam pendidikan bukanlah tugas ringan, tapi juga bukan hal mustahil. Pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta perlu menunjukkan komitmen kuat, berpihak pada kelompok rentan, dan menjalin kolaborasi lintas sektor. Sebab hanya melalui pendidikan yang inklusif dan merata, masa depan Indonesia bisa benar-benar cerah dan adil.
Ketimpangan pendidikan terjadi tidak hanya dalam akses, tetapi juga kualitas. Sekolah negeri di daerah masih kekurangan guru, menggunakan kurikulum yang tertinggal, dan minim fasilitas seperti laboratorium serta perpustakaan.
Selama mereka yang memiliki kekuatan ekonomi dan tinggal di pusat kota masih lebih mudah mengakses pendidikan, maka keadilan sosial akan tetap menjadi ilusi. Pendidikan seharusnya menjadi alat pemberdayaan dan pemerataan, bukan pemisah antara si kaya dan si miskin. Indonesia hanya bisa maju jika setiap anak, tanpa memandang latar belakangnya, mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang. Maka, sudah saatnya kita berhenti memandang pendidikan sebagai hak istimewa dan mulai memperjuangkannya sebagai hak fundamental bagi seluruh rakyat.
Baca juga : Daftar 32 Pemain Timnas Garuda dan Jadwal Laga Indonesia Vs China di Kualifikasi Piala Dunia 2026