Di tengah perkampungan kecil di utara Hungaria, sosok berpakaian jubah hitam meluncur lincah di atas papan skateboard. Bukan seorang pemuda, bukan pula atlet profesional, tetapi seorang pastor Katolik bernama Zoltán Lendvai. Dengan gestur tangan terbuka seperti hendak memeluk dunia, ia meluncur di jalan aspal, sesekali disambut senyum dan tepuk tangan anak-anak desa. Di sinilah cerita yang tak biasa dimulai—kisah tentang bagaimana keimanan bisa berseluncur ke hati generasi muda lewat medium yang paling mereka cintai.
Judulnya bisa saja terdengar aneh bagi sebagian orang—seorang pastor berdakwah lewat skateboard. Namun bagi Pastor Zoltán, ini adalah jembatan untuk masuk ke dunia anak-anak dan remaja yang kerap merasa jauh dari institusi keagamaan. “Saya menyadari bahwa banyak anak muda yang tak datang ke gereja karena mereka merasa tak terhubung,” tuturnya dalam sebuah wawancara. “Maka saya memilih mendekati mereka, bukan menunggu mereka datang.”
Ketika Agama Turun ke Jalan
Ada sesuatu yang membebaskan dalam cara Pastor Zoltán mendekati dunia. Ia tidak memaksakan doktrin. Ia tidak menggurui dari mimbar yang tinggi. Ia justru menyentuh tanah, mendekat ke dunia yang sering diabaikan gereja: jalanan. Di sanalah anak-anak muda berkumpul, bermain, dan kadang terjebak dalam kebingungan identitas. Di jalan pula, ia hadir sebagai sahabat, bukan hanya rohaniwan. “Gereja bukanlah gedung, tetapi relasi,” katanya dalam salah satu sesi tanya jawab dengan pemuda lokal. Dan relasi, dalam dunia digital dan urban yang cepat ini, harus dibangun dengan cara yang segar.
Bagi banyak orang muda di Redics, kehadiran Pastor Zoltán lebih dari sekadar sosok religius. Ia menjadi figur yang dapat mereka ajak bicara tanpa takut dihakimi. Beberapa dari mereka datang hanya untuk belajar trik skateboard darinya, tapi pulang dengan pertanyaan tentang iman, kasih, dan hidup yang lebih dalam. Ini bukan hal kecil di era ketika kehadiran agama seringkali dianggap membosankan atau tidak relevan. “Saya hanya ingin menunjukkan bahwa menjadi orang beriman bukan berarti berhenti bersenang-senang atau kehilangan jati diri,” ujarnya suatu kali dalam perbincangan informal.
Metode Pastor Zoltán bahkan mulai menginspirasi komunitas Kristen di luar Hungaria. Di Prancis dan Jerman, beberapa gereja mulai mengadopsi pendekatan yang lebih ‘jalan’—mendekati kaum muda melalui seni jalanan, musik, dan olahraga. Mereka menyebutnya “spiritualitas urban.” Dalam pendekatan ini, skateboard bukan sekadar permainan, tapi bahasa simbolik untuk menjembatani jurang komunikasi antara institusi agama dan generasi muda.
Di sisi lain, ia juga menerima kritik. Beberapa orang tua yang konservatif merasa bahwa bermain skateboard tidak pantas dilakukan oleh seorang imam. Namun Zoltán tidak marah. Ia memilih berdialog. “Saya tidak mencoba menggantikan doa dengan trik kickflip,” katanya sambil tersenyum. “Tapi saya ingin anak-anak muda tahu bahwa Tuhan bisa ditemui di mana saja—bahkan saat mereka jatuh dari papan.” Ucapan ini menjadi metafora kuat tentang bagaimana Tuhan tak hanya hadir dalam kesempurnaan, tetapi justru dalam kegagalan dan proses bangkit kembali.
Kisahnya juga menyentuh ranah psikologi remaja. Anak muda masa kini kerap hidup dalam tekanan sosial, krisis eksistensial, dan pencarian makna. Dalam dunia yang menilai segalanya berdasarkan performa, skateboard menjadi simbol perlawanan—kebebasan berekspresi, keberanian gagal, dan semangat mencoba lagi. Pastor Zoltán menjadikan papan itu sebagai alat pendampingan psikologis, tempat anak muda belajar bahwa jatuh bukan akhir dari segalanya. Dalam tiap jatuh-bangun, terselip pesan spiritual yang dalam: rahmat Tuhan tidak datang untuk yang sempurna, tapi untuk yang terus mencoba.
Ketika seorang anak remaja putus sekolah akhirnya kembali belajar karena merasa “dihargai” setelah diajak bermain oleh sang pastor, itulah kemenangan kecil yang tak bisa dihitung dengan statistik gereja. Atau saat seorang anak yang pemurung menjadi terbuka karena merasa “imam itu mau mendengar cerita saya,” di situlah kekuatan pendekatan Zoltán benar-benar terasa. Ia tidak memaksa perubahan, tetapi menjadi bagian dari proses alami yang tumbuh dari rasa percaya.
Lebih dari sekadar viral, kisah Zoltán Lendvai adalah bukti bahwa spiritualitas tidak harus kaku. Ia menghidupkan kembali ide bahwa menjadi religius tidak berarti meninggalkan kehidupan duniawi, tapi justru menggaraminya. Seperti garam yang larut namun memberi rasa, ia melarutkan diri ke dalam komunitasnya, memberi warna tanpa mengubah bentuk orang lain.
Dari Biara ke Papan Seluncur
Zoltán Lendvai tumbuh sebagai anak pendiam di Hungaria. Namun sejak usia 15 tahun, ia jatuh cinta pada skateboard. Saat itu, kehadiran skateboard dianggap aneh di negaranya, apalagi digunakan oleh seseorang yang kelak akan menjadi pastor. Tapi minat itu tak padam, bahkan setelah ia ditahbiskan sebagai imam. Sebaliknya, ia justru memadukannya dengan panggilan spiritual.
Dalam kesehariannya sebagai pastor paroki di Redics, Lendvai tak hanya memimpin misa atau mendampingi umat dalam kegiatan keagamaan. Ia juga sering terlihat bermain skateboard bersama anak-anak, mengajari mereka trik dasar sembari menyisipkan pesan-pesan Kristiani. Baginya, skateboard bukan sekadar olahraga, tapi alat untuk membangun hubungan yang bermakna.
“Ada keindahan spiritual dalam keseimbangan, keberanian, dan kegigihan saat bermain skateboard,” ujarnya. “Nilai-nilai itu sangat Kristiani.”
Menjembatani Generasi
Di tengah kekhawatiran akan menjauhnya generasi muda dari agama, pendekatan Pastor Zoltán menjadi oase yang segar. Di saat gereja kerap dianggap kaku dan penuh aturan, ia datang membawa pesan dengan gaya yang membumi. Lewat papan seluncurnya, ia mengajarkan kesabaran, ketekunan, dan kasih—nilai-nilai yang ia petik dari Injil dan ia tanamkan tanpa menggurui.
Metode yang ia gunakan tak hanya berdampak lokal. Setelah video dirinya bermain skateboard sambil mengenakan jubah viral pada 2010, berbagai media internasional mulai meliputnya. Mulai dari BBC, The Telegraph, hingga The Huffington Post mengangkat kisahnya, menjadikannya simbol bagi pendekatan pastoral yang lebih manusiawi dan inklusif.
Di media sosial, ia juga tak luput dari perhatian. Banyak warganet yang menyebutnya sebagai “Skateboarding Priest” atau “Pastor yang Asik.” Namun di balik semua itu, Zoltán tetap rendah hati. Ia menolak menjadi selebritas dan tetap setia pada kehidupan pastoralnya yang sederhana.
Makna Kesetiaan dalam Jalan Alternatif
Kisah Pastor Zoltán adalah pengingat bahwa iman bukan sekadar ritual, tapi hubungan. Ia membuktikan bahwa pendekatan yang penuh empati dan relevan bisa menghidupkan kembali nilai spiritual yang mulai pudar di kalangan muda. Di tengah dunia yang semakin terpolarisasi, metode seperti ini menghadirkan harapan bahwa agama bisa tetap menjadi ruang yang hangat dan bersahabat.
Apa yang dilakukan Pastor Zoltán juga sejalan dengan pendekatan Paus Fransiskus yang mendorong para pemuka agama untuk turun langsung ke tengah masyarakat dan merangkul mereka yang ada di pinggiran. Dalam hal ini, skateboard menjadi metafora: untuk bisa meluncur dengan baik, seseorang harus terbuka, fleksibel, dan tidak takut jatuh—sama seperti dalam kehidupan spiritual.