Masa Kecil Di Tiongkok dan Awal Perjuangan
Masyarakat Indonesia sudah sangat mengenal nama ‘Indomie’. Bahkan banyak yang menjadikan makan mie instan “Indomie” sebagai budaya. Namun, tidak banyak orang yang tahu kisah menyentuh dibalik kesuksesan “Indomie” ini.
Sosok dibalik kesuksesan “Indomie” yaitu Djajadi Djaja, ia lahir di di Provinsi Fujian, Tiongkok pada tahun 1916. Ia tumbuh di tengah keluarga sederhana yang menghadapi kesulitan ekonomi dan kondisi sosial-politik yang tak stabil. Sejak kecil, ia membantu orang tuanya berdagang dan membentuk etos kerja keras sejak usia dini.
Kondisi ekonomi yang sulit dan minimnya kesempatan membuat Liem muda memutuskan untuk merantau ke Indonesia yang dulu Hindia Belanda, pada usia yang masih sangat muda. Seperti banyak imigran Tionghoa lainnya, ia datang dengan modal minim namun membawa harapan besar untuk mengubah nasibnya.
Merintis Usaha dari Nol
Setibanya di Indonesia, Sudono menetap di Kudus, Jawa Tengah. Di sana ia memulai dari bawah, menjual hasil bumi dan barang kebutuhan pokok secara kecil-kecilan. Orang-orang mengenalnya sebagai sosok yang hemat, pekerja keras, dan pantang menyerah. Keuletan dan kemampuannya membangun relasi dengan masyarakat lokal membuat bisnis kecilnya mulai berkembang. Setelah menikah, ia pindah ke Jakarta dan mulai memperluas usahanya di bidang perdagangan dan distribusi barang, terutama setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945.
Sosok Djajadi Djaja dkk menjadi awal sejarah perjalanan Indomie. Sejak 1959, dia mulai berbisnis. Bersama kawan-kawan SMA-nya dia membangun sebuah firma bernama Fa. Perusahaan Djangkar Djati kemudian berganti nama menjadi Wicaksana Overseas International. Buku Kontribusi Dunia Bisnis Menyambut Lima Puluh Tahun Indonesia Merdeka (1995) menyebut mereka eksis sejak 1964. Geng pengusaha ini juga pernah berbisnis rokok luar negeri.
Djajadi Djaja dkk, pada April 1970, mendirikan Sanmaru Food Manufacturing, yang pabriknya sejak 1972 memproduksi mi instan dengan nama Indomie, singkatan dari Indonesia Mie.
Langkah Besar: Mendirikan Grup Salim dan Indofood
Pada tahun 1950-an hingga 1960-an, Sudono Salim menjadi tokoh penting dalam dunia bisnis nasional. Ia menjalin hubungan erat dengan pemerintah dan melihat peluang untuk membangun industri dalam negeri yang kuat. Ia kemudian mendirikan Grup Salim, yang menjadi konglomerat terbesar di Indonesia pada masa Orde Baru.
Salah satu perusahaan paling ikonik dari grup ini adalah Indofood, yang kemudian meluncurkan produk Indomie pada tahun 1972. Sudono Salim menciptakan makanan cepat saji yang bisa dijangkau oleh semua kalangan dari pejabat hingga rakyat biasa.
Indomie: Makanan Murah yang Mengenyangkan dan Bermakna
Sudono melihat bahwa mi instan bisa menjadi solusi atas masalah pangan nasional. Dengan harga terjangkau, proses masak cepat, dan rasa yang cocok dengan lidah masyarakat, Indomie menjadi fenomena sejak awal peluncurannya.
Dalam proses pengembangannya, Sudono tidak hanya memikirkan keuntungan, tetapi juga kualitas gizi dan keberlanjutan produk. Ia bekerja sama dengan ahli pangan untuk memastikan bahwa Indomie bukan hanya murah, tapi juga mengandung nutrisi yang memadai.
Masa Tua dan Warisan
Sudono Salim wafat pada tahun 2012 di usia 95 tahun, di Singapura. Meski ia telah tiada, warisannya terus hidup melalui generasi penerusnya.. Anak dan cucunya meneruskan bisnis Salim Group, sementara Indomie tetap menjadi simbol kejayaan industri nasional dan kisah sukses seorang imigran yang bekerja keras.