Dalam kilauan industri hiburan Tanah Air, Prilly Latuconsina tampil bukan sekadar sebagai bintang yang memikat melalui kemampuan akting dan kemerduan vokalnya. Melainkan sebagai representasi perempuan muda yang terus mendemonstrasikan bahwa pencapaian tertinggi tidak memerlukan pengorbanan terhadap nilai-nilai fundamental.
Sejak kemunculannya di layar kaca melalui sinetron “Ganteng Ganteng Serigala” pada 2014. Prilly sempat terjebak dalam label aktris anak muda yang hanya mengandalkan daya tarik visual. Seiring berjalannya waktu, persepsi tersebut terbantahkan. Kini, meski masih berusia relatif muda, Prilly telah bertransformasi menjadi aktris kaliber atas, sutradara produksi, bahkan pengusaha di bidang olahraga. semua peran tersebut embannya, dengan dedikasi dan nilai moral yang langka tengah industri hiburan yang begitu fluktuatif.
Perpindahan dari Panggung Hiburan ke Bangku Akademis
Prilly yang lahir di Tangerang pada 15 Oktober 1996 ini besar dalam lingkungan keluarga yang memberikan ruang kebebasan untuk berekspresi. Dengan latar belakang ayah bersuku Ambon dan ibu berdarah Sunda, sejak usia dini Prilly sudah terlatih untuk tampil percaya diri dan mengutarakan pendapat. Meski demikian, ketika popularitasnya mencapai puncak, ia justru memutuskan untuk memprioritaskan dunia akademik.
“Menurut saya, pendidikan merupakan wujud apresiasi tertinggi kepada diri sendiri,” demikian pernyataannya ketika CNN Indonesia mewawancarainya pada 2021. Ungkapan tersebut terbukti bukan sekadar kata-kata kosong. Di tahun 2021, ia sukses meraih gelar sarjana Ilmu Komunikasi dari London School of Public Relations (LSPR) dengan prestasi cum laude. Bahkan, ia berhasil menjadi lulusan terpandai dengan indeks prestasi yang hampir sempurna, yakni 3,9.
Pencapaian akademis ini mengungkapkan bahwa bagi Prilly, definisi sukses tidak hanya mengukur dari tingkat popularitas atau jumlah pengikut platform digital, tetapi melalui upaya pembangunan kapasitas diri yang berkelanjutan dan pembentukan karakter yang solid.
Menjelajahi Dunia Produksi
Kesibukan di dunia akting tidak membuat Prilly merasa cukup hanya berperan sebagai pemeran. Pada 2020, ia mulai memasuki ranah produksi film dengan mendirikan perusahaan produksi bernama Sinemaku Pictures. Karya perdananya sebagai produser, film “Kukira Kau Rumah” (2022), meraih kesuksesan baik dari sisi komersial maupun apresiasi kritikus. Karya tersebut mengangkat topik kesehatan mental yang masih sensitif di tengah masyarakat, sebuah tema yang Prilly yakini perlu mendapat perhatian lebih.
Berdasarkan perbincangan dengan Kompas di 2022, Prilly menjelaskan bahwa keterlibatannya dalam produksi bukan semata-mata untuk mengendalikan aspek kreatif, namun juga didorong oleh keinginan untuk mewujudkan ruang penceritaan yang lebih terbuka dan mampu menyentuh hati. “Saya berharap narasi-narasi yang kita hadirkan lebih otentik dan mampu membuat penonton merasa direpresentasikan,” katanya.
Prilly juga menunjukkan keberanian dengan mengambil peran-peran yang bertentangan dengan image-nya, seperti tokoh kompleks dan gelap dalam film “Danur” atau serial “My Lecturer My Husband“. Sikap berani menghindari peran-peran klise ini menjadi sumber inspirasi bagi para aktris muda lainnya agar tidak terpaku pada citra “manis” atau “kekasih impian”.
Mendobrak Prasangka dan Berbagi Secara Terbuka
Melalui media sosial, Prilly secara konsisten menyampaikan berbagai isu penting, mulai dari kesehatan mental, keadilan gender, sampai pentingnya memahami batas-batas dalam hubungan personal. Ia sering memanfaatkan pengalaman pribadinya sebagai sarana untuk membangun rasa empati. Salah satu contohnya adalah ketika ia membuka diri mengenai beban menjadi figur publik, termasuk pelecehan siber dan standar yang tidak masuk akal.
Dalam salah satu postingan Instagram-nya, ia menuliskan, “Terkadang kita terlalu menuntut diri sendiri demi memuaskan semua pihak. Namun hidup bukanlah arena seleksi.” Kutipan tersebut menjadi viral dan kemudian dimasukkan ke dalam buku kumpulan tulisannya yang berjudul “5 Detik dan Rasa Rindu“, yang memperlihatkan sisi kontemplative dan artistik dari sosok Prilly.
Memimpin sebagai Perempuan
Keputusan yang tak terduga lainnya adalah ketika pada 2022, Prilly resmi menjadi pemilik klub sepak bola Persikota Tangerang. Dalam wawancara bersama BeritaSatu, ia memaparkan alasan balik langkah tersebut: keinginan untuk berkontribusi secara langsung dalam kemajuan olahraga daerah sambil membuktikan bahwa perempuan mampu memimpin sektor yang selama ini di kuasai kaum pria.
“Saya ingin memperlihatkan bahwa perempuan dapat berperan di segala bidang, tidak terkecuali sepak bola,” ujarnya.
Langkah ini mendapat sambutan positif yang luas dan memicu diskusi bermakna tentang pentingnya inklusi gender dalam dunia olahraga.
Menjadi Inspirasi dengan Keaslian
Meskipun sering dijuluki sebagai panutan, Prilly tidak ingin dipandang sebagai sosok yang tanpa cela. Ia mengakui bahwa dirinya masih dalam proses pembelajaran, masih memiliki kekhawatiran, dan sesekali merasakan kelelahan. Namun justru di sinilah letak kekuatan utamanya kemampuan untuk menampilkan diri secara natural dan terus melakukan perbaikan.
Di era yang kerap mengaitkan harga diri dengan jumlah apresiasi digital dan tingkat eksposur media, Prilly Latuconsina membuktikan bahwa kejujuran, etos kerja yang tinggi, dan keberanian untuk tampil beda merupakan wujud popularitas yang paling genuine.
Baca juga: Puspa Nawasena 2025: Cahaya di Balik Gerakan Sosial
Tinggalkan Balasan