Pagi itu, Bekasi masih menyimpan embun saat ribuan orang telah memenuhi halaman Islamic Center untuk Job Fair Bekasi 2025. Mereka tiba dari beragam sudut kota, membawa map plastik yang berisi fotokopi ijazah, sertifikat pelatihan, dan CV yang tercetak rapi. Mereka kebanyakan memakai kemeja putih atau pakaian resmi, berusaha menunjukkan versi terbaik dari diri mereka.
Job Fair dengan tema “Bekasi Pasti Kerja” yang diadakan pada 21 Mei 2025 tersebut dihadiri oleh ribuan pencari kerja. Namun, harapan yang tinggi itu bertransformasi menjadi kekacauan ketika kerumunan membanjir, mengakibatkan beberapa peserta terdesak dan bahkan pingsan. Rekaman yang diposting oleh akun Instagram @ussfeeds dan dibagikan kembali oleh masyarakat memperlihatkan betapa padatnya tempat itu, seolah-olah lautan orang yang hampir tidak bisa bergerak.
Di balik kebisingan itu, ada wajah-wajah yang menyimpan kisah. Mirip dengan Anita (22), seorang lulusan terbaru dari universitas swasta di Jakarta Timur. Ia telah tiba sejak jam 05.30 pagi. “Saya hanya ingin bekerja, membantu orang tua melunasi utang.” “Kami telah mengalami kesulitan sejak pandemi,” ungkapnya pelan kepada media lokal Bekasi Today.
Kisah lain berasal dari Heri (28), mantan karyawan pabrik yang di PHK tahun lalu. Dia membawa makanan nasi kemasan dan air mineral dari rumah. “Saya sadar bahwa saingannya tak terhitung, namun masa depan anak saya yang membuat saya tegar menghadapi situasi sulit ini,” ujarnya.
Fenomena ini menunjukkan lebih dari sekadar masalah ekonomi. Ia menggambarkan kondisi Indonesia saat ini di mana ribuan pemuda sedang mencari ruang untuk berkembang dan hidup dengan baik. Ribuan pelamar tidak hanya mengantarkan surat lamaran, tetapi juga harapan, tanggung jawab keluarga, dan ambisi yang terpendam.
Potret Harapan dan Lelah di Tengah Ribuan Pencari Kerja Job Fair Bekasi mengingatkan kita bahwa masalah pengangguran bukan sekadar angka dalam statistik. Ia memiliki identitas, penampilan, dan kisah. Namun tengah hiruk-pikuk itu, harapan menjadi sesuatu yang paling langka dan juga paling berharga. karena pada setiap map lamaran, tersimpan perjalanan panjang, ketakutan yang terpendam, dan keberanian pencari kerja untuk terus mencoba meski berkali-kali gagal.
Baca juga : Mark Zuckerberg Ungkap Era Media Sosial Telah “Usai”
Tinggalkan Balasan