Kategori: Sosok

  • Cerita Natalius Pigai, dari Aktivis Jalanan Ke Menteri HAM

    Cerita Natalius Pigai, dari Aktivis Jalanan Ke Menteri HAM

    MANUNGSA— Di tengah hiruk-pikuk dinamika nasional, nama Natalius Pigai mungkin bukanlah headline harian yang kerap menghiasi media besar.  Di sisi lain, bagai obor dalam gelap, terutama di Papua, nama ini sudah lama menjadi suara.

    Lahir di Paniai, Papua, 28 Juni 1975, Pigai tumbuh dalam lanskap sosial yang keras. Lebih dari itu, ketidakadilan bukan sekadar teori dalam buku-buku hukum, melainkan kenyataan yang menghampiri halaman rumah, sekolah, dan jalanan. Dari sanalah kesadaran serta bara perjuangan itu menyala.

    Perjuangan Awal Natalius Pigai

    Natalius Pigai memulai karirinya sejak muda. Ia bergabung dengan berbagai organisasi mahasiswa Papua di Yogyakarta. Pigai aktif dalam Yayasan Sejati dan Cindelaras, dua LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang menjadi titik tolak langkah advokasi awalnya. Pada 1999, ia menuntaskan studinya di STPMD APMD Yogyakarta, kampus yang terkenal sebagai tempat lahirnya para aktivis akar rumput.

    Perjuangan Pigai tak berhenti di ruang kelas. Ia menerobos belantara birokrasi sebelum akhirnya dipilih menjadi Komisioner Komnas HAM periode 2012-2017. Di lembaga itu, Pigai memimpin Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan. Dengan vokal, Pigai menyuarakan berbagai kasus HAM, mulai dari Papua, Aceh, hingga konflik agraria di Kalimantan dan NTB. Pigai memimpin langsung investigasi kasus penembakan empat siswa oleh aparat keamanan di Paniai (Desember 2014). Timnya membawa laporan ke sidang PBB, mengungkap fakta pelanggaran HAM berat yang terus terjadi di tanah kelahirannya.

    Dari Demonstrasi ke Regulasi

    Pigai bukan hanya bersuara dari luar lingkaran kekuasaan. Dari Komnas HAM, ia melangkah ke Kementerian Hukum dan HAM sebagai menteri pada 2024.

    Lantas apa yang dilakukan Pigai? Ia justru semakin meningkatkan volume kritiknya melalui pidato-pidato. Pigai menolak pembungkaman atas nama stabilitas nasional, mendorong pengakuan atas pluralitas, serta sejarah luka bangsa. Salah satu kebijakan terkenalnya adalah inisiatif amnesti untuk narapidana lanjut usia dan korban kriminalisasi di Papua. Ia menyebutnya sebagai “rekonsiliasi kecil” untuk membuka ruang dialog.

    Suara Papua

    Meski menajabat di tingkat nasional, Pigai tidak pernah melupakan identitasnya. Ia kerap menyarakan bahwa tubuh dan pikirannya adalah representasi dari “orang-orang yang tak memiliki akses bicara.” Kepada UNPO (Unpresented Nations and Peoples Organization/Organisasi Bangsa Tak Terwakili), Pigai mengecam rasisme sebagai luka struktural bangsa yang terus dibiarkan membusuk.

    Melawan dengan Kekuasaan

    Natalius Pigai tidak mencari popularitas. Ia menulis buku, menghadiri forum internasional, dan tetap menjadi pembicara di diskusi komunitas. Di sela jadwalnya yang padat, ia menulis tentang nasionalisme Papua, keadilan transisi, dan perlindungan kelompok adat. Pigai membuka luka-luka lama bangsa. Ia percaya bahwa rekonsiliasi bukan lahir dari perintah, tapi dari pengakuan dan keberanian untuk mendengar.

    Dalam setiap langkah Pigai, ia mengingatkan kita bahwa keadilan bukanlah milik mereka yang bersuara paling keras, melainkan milik mereka yang tetap berdiri ketika tidak ada lagi yang peduli.

    Baca juga: Membesarkan Mimpi Meruntuhkan Stigma, Kisah Family Caregiver Anak Berkebutuhan Khusus

  • Mengenal Gentle Parenting ala Nikita Willy

    Mengenal Gentle Parenting ala Nikita Willy

    Di dunia parenting yang kian berkembang, gaya pengasuhan gentle parenting semakin populer. Salah satu figur publik yang mempraktikkan pendekatan ini adalah Nikita Willy. Nikita tidak hanya menginspirasi melalui kariernya, tetapi juga dalam cara ia mendidik anak.

    Penerapan gentle parenting yang ia lakukan pun mendapat perhatian banyak orang. Apa itu gentle parenting, dan bagaimana Nikita Willy menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari?

    Apa Itu Gentle Parenting?

    Gentle parenting merupakan pendekatan pengasuhan yang berfokus pada menghargai dan memahami perasaan anak, serta menghindari hukuman fisik atau verbal. Metode ini mengutamakan pentingnya mendengarkan anak, memberi mereka ruang untuk mengungkapkan perasaan, serta menciptakan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Orang tua yang menerapkan gentle parenting berusaha mendengarkan perasaan anak dan menghargai kebutuhan mereka. Bukan hanya sekadar disiplin, namun juga memberi perhatian penuh pada perkembangan emosional anak.

    Konsep ini menekankan pentingnya komunikasi yang baik, pengelolaan emosi, dan penghindaran hukuman fisik atau kata-kata kasar. Dalam gentle parenting, orang tua berperan sebagai pembimbing yang mendukung anak untuk memahami dunia sekitarnya dengan kasih sayang dan penuh kesabaran

    Sosok Nikita sebagai Ibu yang Menginspirasi

    Potret Keluarga Nikita Willy

    Nikita Willy adalah artis Indonesia yang telah memulai kariernya sejak usia belia. Namanya terkenal luas lewat berbagai sinetron populer pada awal 2000-an. Selain sukses di dunia hiburan, Nikita juga aktif sebagai pengusaha dan kini merambah peran baru sebagai ibu muda yang menginspirasi. Sejak menikah dengan Indra Priawan pada tahun 2020, kehidupan Nikita perlahan berubah. Ia kini lebih banyak membagikan konten tentang keluarga, parenting, hingga edukasi seputar dunia ibu dan anak. Sosoknya yang cerdas, anggun, dan punya kepedulian tinggi terhadap tumbuh kembang anak. Hal yang ia tunjukkan melalui gaya pengasuhannya dan konten Momscorner yang rutin ia unggah di kanal YouTube-nya.

    Bagi Nikita, menjadi ibu bukan hanya soal memberi aturan atau kontrol, melainkan tentang membangun hubungan yang penuh pengertian dengan sang anak. Ia percaya bahwa setiap anak memiliki perasaan yang perlu dihargai, dan orang tua harus mendengarkan serta mendukung mereka dalam proses belajar dan tumbuh. Gentle parenting, menurut Nikita, memberikan ruang bagi anak untuk mengekspresikan diri dengan cara yang sehat dan penuh empati.

    Penerapannya dalam Kehidupan Sehari-hari

    Bagi Nikita, gentle parenting ala Nikita Willy adalah cara untuk menciptakan komunikasi yang lebih terbuka dengan anak. Ia sering berbicara tentang pentingnya mendengarkan perasaan anak, meskipun mereka masih kecil. Dalam salah satu video YouTube-nya, Nikita menjelaskan bahwa ia berusaha untuk tidak terburu-buru memberi perintah atau larangan. Sebaliknya, ia lebih suka menjelaskan sesuatu dengan cara yang lembut dan penuh kasih, agar anaknya dapat memahami dan merespons dengan baik.

    Prinsip kedua yang diterapkan Nikita adalah pengelolaan emosi. Ia mengajarkan anak untuk mengenali dan mengungkapkan perasaan mereka tanpa rasa takut. Jika anak merasa marah atau kecewa, Nikita mencoba untuk mengajak mereka berbicara dan mengekspresikan perasaan tersebut dengan cara yang konstruktif. Ia percaya bahwa dengan memberi contoh yang baik dan memberikan perhatian penuh, anak-anak dapat belajar untuk mengelola emosi mereka sendiri.

    Manfaat untuk Perkembangan Anak

    Penerapan gentle parenting memiliki banyak manfaat untuk perkembangan anak. Salah satunya adalah membangun rasa percaya diri anak. Dengan mendapatkan dukungan dan pengertian dari orang tua, anak merasa dihargai dan dicintai tanpa syarat. Ini membantu anak tumbuh menjadi individu yang lebih percaya diri dan mandiri.

    Selain itu, Gentle parenting ala Nikita Willy juga membantu anak untuk mengembangkan keterampilan sosial yang baik. Karena mereka diajarkan untuk menghargai perasaan orang lain dan berkomunikasi dengan cara yang baik, anak-anak yang dibesarkan dengan pendekatan ini cenderung lebih empatik dan mampu berinteraksi secara positif dengan teman-temannya.

    Tentu saja, menerapkan gentle parenting bukanlah hal yang mudah. Setiap orang tua pasti menghadapi tantangan, terutama ketika anak bertindak tidak sesuai harapan. Namun, Nikita Willy selalu mengingatkan bahwa kesabaran adalah kunci utama. Ia menyadari bahwa setiap anak memiliki proses yang berbeda dalam belajar dan berkembang. Oleh karena itu, ia selalu berusaha untuk tetap tenang dan memberikan perhatian penuh pada anaknya.

    Gentle parenting ala Nikita Willy adalah contoh penerapan pendekatan pengasuhan yang mengutamakan kasih sayang, komunikasi, dan empati. Dengan mendengarkan dan memahami perasaan anak, Nikita berharap dapat menciptakan lingkungan yang penuh kasih sayang dan mendukung perkembangan emosional anak. Meskipun tidak mudah, gentle parenting menawarkan banyak manfaat yang dapat membantu anak tumbuh menjadi individu yang bahagia dan penuh kasih.

    baca juga : Zhang Junjie: Real-Life Underdog di balik Revolusi Teh Latte CHAGEE

  • Zhang Junjie: Real-Life Underdog di balik Revolusi Teh Latte CHAGEE

    Zhang Junjie: Real-Life Underdog di balik Revolusi Teh Latte CHAGEE

    MANUNGSA— Di balik secangkir teh susu segar bermerek Chagee yang kini ramai digandrungi di gerai-gerai Asia, terselip kisah hidup yang jauh dari kata manis. Sosok dibalik merek fenomenal ini, Zhang Junjie, bukanlah anak konglomerat atau lulusan universitas top. Sebaliknya, pria kelahiran provinsi Yunnan, Tiongkok ini justru pernah menjalani hidup sendirian di jalanan sejak usia 10 tahun, tanpa orang tua, tanpa keluarga, dan bahkan tanpa kemampuan membaca. 

    Kini, namanya tercatat sebagai miliarder termuda Tiongkok setelah sukses membawa perusahaannya melantai di NASDAQ (National Association of Security Dealers Automated Quotations) pada april 2025. IPO (Initial Public Offering) itu berhasil menghimpun dana lebih dari 400 juta USD, sekaligus menempatkan kekayaan bersih Zhang di kisaran 1.8 miliar USD. Tapi, seperti filosofi teh yang butuh waktu untuk diseduh, kesuksesan Zhang tentu saja bukan sesuatu yang instan. 

    Zhang mengawali hidup mandirinya dengan bekerja sebagai karyawan di jaringan kedai teh Taiwan saat usianya baru menginjak 17 tahun. Kala itu, ia belum bisa membaca, tetapi semangat belajar dan etos kerjanya luar biasa. Ia menjadi orang pertama yang datang dan terakhir pulang dari toko. Perlahan tapi pasti, ia naik pangkat menjadi manajer operasional di wilayah Yunnan. Zhang kemudian mendapatkan tawaran untuk mengambil alih satu cabang yang hampir tutup. Meski berada di lokasi yang tidak strategis, Zhang menjemput bola. Ia menggunakan cara-cara yang efektif, seperti membagikan selebaran, membuka layanan pesan antar, hingga bekerja sama dengan kantin sekolah. Kegigihannya membuahkan hasil, kedai itu kembali ramai dan Zhang semakin yakin dengan jalan hidupnya di dunia teh. 

    Tak puas hanya berjualan, Zhang mulai menimba ilmu bisnis ke luar negeri. Ia sempat melakukan trip ke Malaysia dan Korea Selatan, mempelajari tren teh, lalu kembali ke Tiongkok dengan ilmu baru. Terinspirasi oleh tokoh dunia seperti Nelson Mandela, ia menyadari bahwa keberanian saja tidak cukup. Ia harus memahami bagaimana menjalankan perusahaan. Maka, ia bekerja di sebuah startup di Shanghai demi mempelajari struktur organisasi dan manajemen keuangan. 

    Pada 2017, barulah Zhang mendirikan merek miliknya sendiri, yaitu Chagee atau dalam bahasa Mandarin 霸王茶姬. Di tengah tren bubble tea yang saat itu sedang naik daun, Zhang memilih menghadirkan teh latte yang mengutamakan kesegaran daun teh lokal yang dipadukan dengan susu segar. Filosofinya sederhana, yaitu kembali pada rasa autentik, dengan nilai gizi dan estetika yang cocok dengan gaya hidup anak muda. 

    Gambar ini memiliki atribut alt yang kosong; nama berkasnya adalah image

    Kedai Pertama CHAGEE di Kunming, China
    Source: chagee.com

    Keputusannya terbukti jitu. Dalam kurun waktu beberapa tahun, Chagee berkembang pesat dan membuka ribuan gerai di berbagai kota Tiongkok, Asia Tenggara, hingga baru-baru ini masuk ke pasar Indonesia. Konsistensinya terhadap kualitas dan pengalaman minum teh yang menyenangkan membuat Chagee tampil berbeda di tengah persaingan pasar yang ketat. 

    Namun, dibalik semua pencapaiannya, Zhang tetap bertahan dengan semangat awalnya. Meski berada dalam situasi “tiga tanpa” (tanpa pendidikan formal, tanpa riwayat usaha, dan tanpa modal) ia membuktikan bahwa masa lalu tak harus menentukan masa depan. 

  • Kenalan Sama 4 Member no na, Girl Group Indonesia Pertama dari 88rising!

    Kenalan Sama 4 Member no na, Girl Group Indonesia Pertama dari 88rising!

    MANUNGSA — Label musik 88rising, yang telah sukses mengorbitkan nama-nama seperti Rich Brian, NIKI, dan Joji, kembali memperkenalkan no na, girl group pertama asal Indonesia. no na akan memulai debut resminya pada 2 Mei 2025, menjadi tonggak penting dalam perjalanan musik Indonesia di kancah Internasional. 

    88rising memperkenalkan grup ini dengan caption “no na, the introduction. we are here. coming may 2nd.” Di akun resmi Instagram mereka.

    Teaser pre-sebut tersebut menampilkan visual yang menggambarkan keindahan Indonesia, termasuk pantai dan pemandangan alam lainnya. Video pendek tersebut memperkenalkan keempat anggota no na— Baila Fauri, Christy Gardena, Esther Geraldine, dan Shazfa Adesya dengan menampilkan visual mereka dalam berbagai pose dan ekspresi yang mencerminkan identitas grup. Teaser ini memberikan gambaran awal tentang konsep dan gaya musik no na yang menggabungkan elemen-elemen budaya Indonesia dengan sentuhan modern. setiap anggota tampil dengan menunjukkan karakter unik melalui pemilihan busana dan individual shoot mereka. 

    Baila Fauri

    Baila Fauri lahir pada 29 September 2001 di Jakarta. Sejak kecil, Baila sudah menunjukkan minat yang besar pada dunia musik. Karirnya dimulai saat ia mengikuti ajang Indonesian Idol Junior pada 2014 lalu. Baila bahkan menembus babak enam besar dalam ajang tersebut. Meski tidak keluar sebagai pemenang, Baila terus mengembangkan kemampuan vokalnya. Pada 2019, ia merilis single perdananya “Eye to Eye” yang kemudian mendapatkan sambutan hangat dari penggemarnya. 

    Baila tidak hanya dikenal di dunia musik, tetapi ia juga memancarkan pesona yang karismatik dan menunjukkan kemampuannya beradaptasi dengan berbagai genre musik. Keputusannya untuk bergabung dengan no na menunjukkan tekadnya untuk terus berkembang dan membawa karirnya ke dunia internasional. 

    Christy Gardena

    Christy Gardena merupakan gadis asal Lombok yang sejak kecil sudah terjun ke dunia tari. Sebagai seorang balerina, Christy telah unjuk kebolehan di berbagai kompetisi tari. Ia berhasil meraih juara 3 dalam International Dance Asia Competition pada 2019. Meski informasi mengenai Christy masih terbatas, namun, akun TikToknya memiliki jumlah likes 2.2 juta yang berarti sebelumnya ia juga aktif di media sosial. 

     

    Esther Geraldine

    Esther Geraldine mulai dikenal di dunia hiburan Indonesia setelah mengikuti Indonesian Idol musim ke-10. Meski tereliminasi lebih awal, Esther melanjutkan karir musiknya dengan merilis beberapa single. Lagu debutnya seperti “Rarity” mendapatkan sambutan positif dari penggemarnya. 

    Shazfa Adesya 

    Shazfa Adesya merupakan anggota no na yang memiliki latar belakang internasional. Ia telah menempuh pendidikan di University of New South Wales (UNSW) di bidang Media in Public Relations and Advertising. Shazfa dikenal karena ketertarikannya terhadap dunia seni, terutama tari dan musik. Dengan kombinasi kemampuan akademis dan bakat seni, Shazfa Adesya adalah sosok yang menarik di dunia hiburan dan musik Indonesia saat ini.

    Masing-masing anggota no na membawa elemen yang tidak hanya memperkaya identitas grup, tetapi juga menciptakan harmoni dalam keberagaman. Mereka menyatukan berbagai latar belakang dan keterampilan, dari vokalis hingga penari profesional, serta pengaruh di media sosial, untuk menciptakan kesatuan. Bersama-sama, mereka siap untuk memperkenalkan karya mereka kepada dunia, tidak hanya sebagai sekumpulan musisi, tetapi sebagai representasi dari keberagaman perempuan muda Indonesia. Sebagai grup pertama asal Indonesia yang debut di bawah 88rising, no na akan debut pada 2 Mei 2025 mendatang dengan harapan besar untuk menunjukkan potensi Indonesia di panggung musik internasional.

  • Membesarkan Mimpi Meruntuhkan Stigma, Kisah Family Caregiver Anak Berkebutuhan Khusus

    Membesarkan Mimpi Meruntuhkan Stigma, Kisah Family Caregiver Anak Berkebutuhan Khusus

    Masih banyak orang yang memandang penyandang disabilitas dengan tatapan belas kasihan. Seakan-akan mereka hanyalah sosok yang lemah dan tak mampu berjuang. Padahal, di balik setiap individu dengan keterbatasan, ada keluarga yang dengan penuh cinta dan kesabaran berjuang membersamai mereka. Salah satunya adalah Nurul Oktaviani, sosok inspiratif yang mendedikasikan hidupnya untuk mendampingi adiknya, Retno Khusnul Khotimah atau akrab disapa Minul, seorang penyandang disabilitas yang memiliki kecintaan pada seni tari.

    Nurul tidak hanya menjadi kakak bagi Minul, tetapi juga mentor yang membimbingnya menuju kemandirian. Sejak kecil, Minul menunjukkan minat besar terhadap tari. Apa pun yang ia lihat di YouTube, ia coba tirukan dengan semangat. Nurul, yang melihat potensi itu, tidak tinggal diam. Ia terus mendorong dan mengarahkan Minul agar bisa berkembang, tidak hanya dalam menari tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

    “Saya mulai mendidik Minul untuk mandiri sejak kecil. Mulai dari bangun pagi, membersihkan tempat tidur, beres-beres rumah, mandi, dan melakukan aktivitas lainnya secara rutin. Semua harus saya ulangi terus-menerus agar ia terbiasa,” ujar Nurul.

    Dedikasi Nurul tidak hanya terbatas pada adiknya. Ia juga berperan besar dalam mendampingi anak-anak disabilitas lainnya di Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Bermula dari paguyuban disabilitas yang dibentuk oleh Bhakti Luhur, ia dan rekan-rekannya mendapatkan pelatihan selama dua tahun tentang cara menangani anak-anak disabilitas, memahami ragam kondisi mereka, serta pendekatan yang tepat bagi mereka dan orang tua mereka.

    “Dulu, banyak orang tua yang menganggap anak disabilitas sebagai aib keluarga. Mereka memilih menyembunyikan anak-anak mereka. Tapi setelah kami rutin melakukan sosialisasi, mereka mulai menyadari bahwa memiliki anak disabilitas bukanlah beban, melainkan anugerah,” ungkap Nurul.

    Kini, berkat perjuangan Nurul dan timnya, stigma mulai terkikis. Orang tua yang sebelumnya malu, kini bangga dengan anak-anak mereka. Mereka didorong untuk mengembangkan bakat dan potensi yang ada dalam diri anak-anak istimewa tersebut. Salah satu program yang dijalankan Nurul adalah bina latih yang diadakan dua kali dalam sebulan, berpindah dari desa ke desa. Dengan adanya program ini, pemerintah desa pun mulai memberikan perhatian lebih kepada penyandang disabilitas, termasuk dalam hal anggaran desa.

    “Kalau kita ada pergerakan, pemerintah desa akan lebih aware dan mendukung anak-anak disabilitas. Sekarang, di Kecamatan Pakis, sudah ada 15 desa yang mensupport keberadaan kami. Anak-anak yang dulu disembunyikan, sekarang mulai menunjukkan bakat mereka dan semakin percaya diri,” tuturnya.

    Bagi Nurul, keberadaan anak-anak disabilitas bukan untuk dikasihani, melainkan untuk didukung dan diberdayakan. Ia percaya bahwa setiap individu memiliki keistimewaan dan keunikan masing-masing. Lebih dari itu, ia yakin bahwa doa tulus dari mereka memiliki kekuatan yang luar biasa.

    “Satu doa dari mereka tidak akan terpeleset, doa mereka akan diijabah oleh Allah SWT,” ucapnya penuh keyakinan.

    Perjuangan Nurul dalam mendampingi Minul dan anak-anak disabilitas lainnya adalah bukti bahwa kasih sayang dan ketulusan dapat mengubah stigma dan membuka lebih banyak kesempatan bagi mereka. Sosoknya adalah cerminan bahwa inklusivitas bukan sekadar wacana, melainkan sebuah harapan  yang harus terus diperjuangkan.

  • Irene Suwandi: Menginspirasi Dengan Kerajinan Tangan

    Irene Suwandi: Menginspirasi Dengan Kerajinan Tangan

    Irene suwandi adalah seorang konten kreator serta pengusaha yang telah berhasil mengubah barang bekas menjadi karya seni dengan nilai tinggi. Melalui akun TikTok-nya, irene membagikan proses pembuatan kerajinan tangan yang menggunakan bahan bekas.

    Awal mula dari hobi membuat kerajinan tangan, Irene kemudian memutuskan untuk mengembangkan keterampilannya menjadi bisnis kecil-kecilan.

    Melalui akun TikTok-nya, Irene tak hanya berbagi hasil karyanya, tetapi juga memberikan tutorial mengenai cara pembuatan kerajinan tangan yang mudah.

    Ia juga mengajarkan cara merangkai berbagai barang bekas menjadi produk yang tidak hanya bermanfaat, tetapi juga memiliki nilai seni.

    Dalam setiap video yang ia unggah, Irene selalu menyertakan pesan tentang pentingnya memanfaatkan barang bekas dalam kehidupan kita sehari-hari.

    Keberhasilan Irene dalam menggabungkan kreativitas dengan berkelanjutan menunjukkan bahwa kerajinan tangan bukan hanya soal membuat produk, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan.

    Dengan terus berbagi pengetahuan dan keterampilan, ia juga menginspirasi banyak orang untuk ikut berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih hijau dan ramah lingkungan.

  • Kisah di Balik Papan Tulis: Kisah Mbah Guru Matematika yang Menginspirasi

    Kisah di Balik Papan Tulis: Kisah Mbah Guru Matematika yang Menginspirasi

    Siapa sangka, di usia senja yang sudah menginjak 80 tahun, seorang guru matematika justru mampu mencuri perhatian warganet dengan cara mengajar yang terbilang sederhana. Ya, dialah Melan Achmad atau yang lebih akrab disapa “Mbah Guru Matematika” yang kini menjadi fenomena di platform TikTok.

    Mengawali karirnya pada tahun 1970, pria kelahiran 1945 ini memang sudah lama berkecimpung di dunia pendidikan. Ia merupakan lulusan Didaktik Kurikulum Taman Siswa, Yogyakarta, pada tahun 1981. Masa kecilnya dihabiskan di Aceh, tempat ia menyelesaikan pendidikan dari SD hingga PGSLP, sebelum akhirnya menetap di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

    Meski sempat pensiun pada 2003, semangat mengajarnya tak pernah padam. Terbukti, pada 2018 Mbah Melan kembali bergabung dengan salah satu SMK swasta. Namun siapa yang menyangka, justru di masa senjanya ini ia malah menemukan panggung baru untuk berbagi ilmu: media sosial TikTok.

    “Matematika itu sebenarnya gampang, tapi banyak yang bikin rumit,” begitu kira-kira filosofi mengajar Mbah Melan. Dengan papan tulis hitam dan kapur putih, tanpa embel-embel efek visual canggih, ia rutin menggelar kelas matematika dua kali sehari—sesi pertama pukul 16.00-17.30 dan sesi kedua pukul 19.30-21.00.

    Ada yang unik dari cara Mbah Guru menjelaskan rumus-rumus. Ia tak segan membongkar konsep rumit menjadi beberapa langkah sederhana. Misalnya, saat menjelaskan rumus Pythagoras, ia menggunakan perumpamaan sehari-hari yang mudah dimengerti, alih-alih langsung menjejalkan rumus c² = a² + b² yang terkesan abstrak bagi sebagian orang.

    “Saya sering bingung kalau belajar matematika di sekolah. Tapi sejak nonton live Mbah Guru, rasanya jadi lebih mudah paham,” tutur salah satu penggemarnya di kolom komentar.

    Nama Mbah Guru mulai meroket setelah diundang Deddy Corbuzier ke podcastnya. Di sana, kesederhanaan dan kejujurannya dalam menjawab pertanyaan membuat banyak orang terkesan. Sejak itu, akun TikTok-nya melesat hingga kini mencapai lebih dari satu juta pengikut dan mendapat verifikasi centang biru.

    Dedikasi Mbah Guru tak luput dari perhatian pemerintah. Pada peringatan Hari Guru Nasional 2024, Presiden Prabowo Subianto memberikan penghargaan langsung kepadanya berupa plakat, laptop, dan uang sebesar Rp 100 juta. Momen tersebut jadi viral dan semakin mengukuhkan posisinya sebagai ikon pendidikan yang dicintai masyarakat.

    Kehadiran Mbah Guru Matematika di dunia maya mendobrak stereotip bahwa lansia tak bisa beradaptasi dengan teknologi. Ia membuktikan bahwa nilai-nilai pendidikan yang fundamental—kesabaran, kejelasan, dan kepedulian—tetap relevan di platform mana pun. Dengan modal papan tulis dan kapur, ia telah menginspirasi ribuan orang dari berbagai kalangan.

    Di balik kesuksesan viralnya, ternyata ada kisah perjuangan yang tak banyak orang tahu. Sebelum terkenal di TikTok, Mbah Melan adalah guru biasa yang puluhan tahun mengajar dengan gaji pas-pasan. Namun, keterbatasan ekonomi tak pernah menyurutkan semangatnya. Bahkan setelah pensiun, ia tetap mengajar secara sukarela di beberapa tempat.

    “Bagi saya, melihat murid paham itu sudah jadi kepuasan tersendiri,” ujarnya dalam sebuah wawancara.

    Kini, ribuan orang dari berbagai usia menantikan siaran langsung Mbah Guru setiap hari. Mereka tidak hanya belajar matematika, tetapi juga menyerap nilai-nilai kehidupan dari sosok sederhana yang telah mengabdikan hampir seluruh hidupnya untuk dunia pendidikan.

    Kisah Mbah Guru Matematika mengingatkan kita bahwa tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu yang baru. Tidak ada batasan usia untuk berbagi manfaat. Dan yang terpenting, tidak ada hambatan teknologi yang tak bisa diatasi ketika seseorang punya tekad kuat untuk berbagi ilmu.

    Saat ditanya rahasia ketenarannya, dengan rendah hati Mbah Melan menjawab, “Saya cuma ingin matematika jadi mudah dipahami semua orang, itu saja”. Sederhana, tapi penuh makna. Seperti rumus matematika yang ia ajarkan.

  • Perjalanan Petani Muda dalam Membangun Pertanian Organik Berkelanjutan

    Perjalanan Petani Muda dalam Membangun Pertanian Organik Berkelanjutan

    Dalam beberapa tahun terakhir, pertanian organik semakin diminati oleh generasi muda, termasuk petani milenial. Salah satu contohnya adalah sekelompok petani muda di berbagai daerah Indonesia yang memilih untuk beralih ke pertanian organik demi menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan hasil pertanian yang lebih berkualitas.

    Banyak petani milenial awalnya mengadopsi metode pertanian konvensional yang mengandalkan pupuk dan pestisida kimia. Namun, setelah menyadari dampak negatif dari bahan kimia terhadap kesehatan tanah, air, dan lingkungan sekitar, mereka mulai mencari alternatif yang lebih ramah lingkungan. Dengan belajar dari berbagai sumber, termasuk pelatihan, seminar, dan pengalaman para petani organik senior, mereka mulai mengembangkan sistem pertanian organik yang berkelanjutan. 

    Salah satu tantangan terbesar dalam transisi ini adalah mengubah pola pikir dan kebiasaan bertani. Proses adaptasi ke sistem organik membutuhkan waktu dan kesabaran, karena hasilnya tidak instan seperti dalam pertanian konvensional. Namun, dengan komitmen tinggi dan dukungan komunitas, mereka berhasil membangun ekosistem pertanian yang lebih alami dan produktif. 

    Maya Stolastika Boleng, seorang wanita yang berasal dari waiwerang, Flores Timur. Duta Petani Muda 2016 dan CEO Twelve Organic. Ia adalah generasi muda yang sangat berpotensial mengembangkan sektor pertanian organik di Indonesia. Ia menciptakan bisnis pertanian yang menguntungkan bagi pemuda khusunya di Indonesia. 

    Maya dan tiga orang rekannya mulai bertani pada tahun 2007, kemudian mulai pertanian organik pada tahun 2012. Pada saat itu hanya menanam tujuh jenis sayuran lalu dipasarkan menggunakan sistem titip kirim ke supermarket di sekitaran Surabaya.

    Hingga saat ini, mereka punya delapan titik kebun organik yang luasnya  satu hektar. Terdapat 50 jenis tanaman dari sayur, buah, herbal, rimpang, dengan sembilan pekerja dan melibatkan 18 petani sekitar. Kini, mereka punya langganan beberapa swalayan, lebih 200 rumah tangga dengan wilayah pemasaran, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Jabodetabek, dan Bali.

    Dengan generasi muda menerapkan pola pertanian organik, sektor pertanian pun bisa menghasilkan produk sehat bagi masyarakat sekaligus melestarikan lingkungan hidup. Menurut Maya cara bertani juga harus memperhatikan keselamatannya, tidak hanya sekedar menanam dan merawat tanaman saja. Namun, juga memikirkan kesehatan lingkungan sekitar, seperti menanam dengan cara organik. 

    “Bertani tidak hanya bicara menanam, rawat dan panen. Tidak. Tetapi filosofi bertani dengan cara organik ini membuat kita bisa merenung bahwa kita ini lahir apakah sudah memberikan manfaat pada sekitar, atau justru memberikan kerusakan. Baik sisi kehidupan manusia dan lingkungan,” katanya.

    Dengan kaum muda menerapkan pola pertanian organik katanya, sektor pertanian pun bisa menghasilkan produk sehat bagi masyarakat sekaligus membantu melestarikan lingkungan menjadi lebih baik dan sehat lagi. 

    Maya mengatakan bahwa bertani juga harus memperhatikan beberapa hal. Contohnya, yang pertama pasti kita membutuh dukungan dari lingkungan sekitar. Kedua kita juga harus ada niat dan komitmen yang kuat. Yang terakhir yaitu yang pasti kita memerlukan modal. Perlu diingat bahwa dalam bertani juga kadang harus menghadapi masalah yang cukup berat contohnya yaitu kendala musim. 

    Perjalanan petani milenial dalam mengembangkan pertanian organik menunjukkan bahwa sektor pertanian dapat menjadi pilihan karier yang menjanjikan dan berdampak positif bagi lingkungan. Dengan inovasi, semangat, dan dukungan yang tepat, pertanian organik dapat menjadi solusi untuk menciptakan sistem pangan yang lebih sehat dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.

  • Isa Wahyudi dan Kampung Budaya Polowijen

    Isa Wahyudi dan Kampung Budaya Polowijen

    Ki Demang, yang bernama asli Isa Wahyudi, memulai gerakan pelestarian budaya di Kampung Budaya Polowijen, Kecamatan Belimbing, Kota Malang, Jawa Timur. Ia sering mendengar keluhan tentang potensi budaya kampungnya yang belum tergali dan kurang diperhatikan. Melihat kondisi tersebut, Ki Demang merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu yang dapat mengembalikan kebanggaan dan kecintaan masyarakat terhadap budaya mereka sendiri.

    Ia pun mencetuskan gagasan membangun Kampung Budaya Polowijen, sebuah ruang komunitas yang tidak hanya menjadi tempat belajar dan melestarikan budaya, tetapi juga menjadi tempat rekreasi dan destinasi wisata edukatif.

    Gagasan ini mendapat sambutan hangat dari warga kampung. Mereka turut ambil bagian dalam gerakan Ki Demang untuk menghidupkan kembali budaya Polowijen, sehingga kampung tersebut berubah menjadi pusat kebudayaan yang hidup dan dinamis.

    Salah satu yang paling menarik di Kampung Budaya Polowijen adalah suasana yang tercipta sepanjang lorong gang kampung. Di sana berdiri deretan gazebo dengan dinding anyaman bambu dan atap ijuk yang asri, berjejer rapi di tepi sungai yang mengalir lembut, serta hamparan sawah yang menghijau membentang di sekitar kampung. Pemandangan ini bukan hanya mempercantik lingkungan, tapi juga menghadirkan suasana yang nyaman dan menenangkan bagi para pengunjung dan warga lokal.

    Sapaan ramah dari warga serta Ki Demang sendiri yang kerap mengajak berbincang setelah mengajar tari menambah kehangatan suasana. Di dalam sanggar—bangunan utama yang menjadi pusat kegiatan seni—orang-orang belajar menari, membatik, dan membuat kerajinan tradisional lainnya.

    Kampung Budaya Polowijen

    Sejak peresmian Kampung Budaya Polowijen pada tanggal 2 April 2017, kampung ini berkembang pesat menjadi pusat kegiatan kebudayaan dan edukasi.Ki Demang rutin menggelar event “Warisi Tradisi Lestarikan Budaya” setiap 18 April dengan seni, kerajinan, dan kuliner.. Kegiatan-kegiatan ini bukan hanya menjadi sarana belajar dan berkreativitas bagi warga lokal, tetapi juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan dan pelajar dari berbagai daerah.

    Keberhasilan Kampung Budaya Polowijen tidak hanya berhenti di lingkup lokal. Kampung ini juga menjadi destinasi wisata edukatif yang banyak dikunjungi oleh pelajar dan mahasiswa, baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Pada tahun 2018, misalnya, Kampung Budaya Polowijen menerima sekitar 50 mahasiswa dari 17 negara di Asia dan Eropa yang mengikuti program Design Thinking Camp. Program ini memberikan kesempatan bagi para peserta untuk memahami konsep pelestarian budaya dan pemberdayaan masyarakat secara langsung melalui kegiatan yang dilakukan di kampung tersebut. Kehadiran mereka membawa nuansa internasional dan membuka wawasan bagi warga Polowijen untuk terus berkembang dan berinovasi.

    Namun, perjuangan Ki Demang tidak hanya berfokus pada pelestarian budaya semata. Ia juga memiliki visi untuk memberdayakan warga sekitar secara ekonomi dan sosial. Para ibu rumah tangga dan pemuda mendapatkan peluang usaha baru yang berkelanjutan. Dengan demikian, Kampung Budaya Polowijen tidak hanya menjadi pusat budaya, tetapi juga sumber penghidupan dan kebanggaan bagi masyarakat setempat.

    Perjuangan Ki Demang

    Ki Demang sendiri terus melanjutkan perjuangannya tanpa mengenal lelah. Ia rajin mencari ide-ide baru dan berinovasi untuk menghidupkan Kampung Budaya Polowijen agar tidak kehilangan relevansi di tengah perkembangan zaman. Berbagai program baru sering kali ia ciptakan, dari pelatihan keterampilan baru hingga kolaborasi dengan seniman dan komunitas budaya lain

    Ki Demang rutin menggelar event “Warisi Tradisi Lestarikan Budaya” setiap 18 April dengan seni, kerajinan, dan kuliner. Acara ini juga menjadi wadah untuk mempererat silaturahmi antarwarga dan memperkenalkan budaya Polowijen kepada dunia luar.

    Dengan semangat Ki Demang dan warga, Kampung Budaya Polowijen berhasil menjadi contoh pelestarian budaya yang sekaligus memberdayakan masyarakat. Kisah mereka menginspirasi banyak komunitas untuk melestarikan budaya lokal tanpa kehilangan relevansi di era modern. Kini, kampung ini menjadi simbol kebangkitan budaya dan kekuatan komunitas untuk perubahan positif.

    Isa Wahyudi, atau Ki Demang, membuktikan bahwa satu orang dengan semangat dan tekad bisa menggerakkan perubahan besar. Kampung Budaya Polowijen menjadi bukti hidup bahwa pelestarian budaya dan pemberdayaan masyarakat bisa berjalan bersama, menginspirasi kita semua untuk menjaga warisan dan menciptakan masa depan yang lebih baik.

    Baca juga: Lewat Perpustakaan Jalanan, Inisiatif Kesadaran Membaca Untuk Menghidupkan Literasi

  • Greenday Ubah Lirik Lagu Saat Coachella, Dukungan Terbuka untuk Palestina

    Greenday Ubah Lirik Lagu Saat Coachella, Dukungan Terbuka untuk Palestina

    MANUNGSA — Coachella 2025 tak hanya diramaikan oleh dentuman musik, tapi juga dijadikan panggung pernyataan politik oleh Green Day. Dalam aksi mengejutkan dan berani, band punk legendaris asal Amerika ini mengubah lirik lagu dalam album American Idiot. Hal ini terjadi sebagai bentuk dukungan untuk Palestina dan penolakan terhadap genosida.

    Ribuan penonton bersorak ketika Green Day membawakan lagu dalam album American Idiot — album ikonik yang selama dua dekade menjadi simbol kritik dan perlawanan terhadap politik Amerika. Sorakan berubah menjadi kehebohan saat Billie Joe Armstrong mengubah lirik dalam lagu Jesus of Suburbia menjadi “Runnin’ away from pain like the kids from palestine / Tales from another broken home”, menggantikan lirik aslinya yaitu “Runnin’ away from pain when you’ve been victimized”.

    Di tengah dunia hiburan yang kerap bungkam terhadap isu-isu sensitif demi menjaga citra dan kontrak kerja, Green Day justru dengan lantang menyuarakan. Band punk legendaris asal Amerika ini kembali menunjukkan bahwa idealisme mereka bukan sekedar gimmick panggung.

    billboard.com

    Green Day merupakan band asal California yang berdiri pada 1987. Sejak awal, Green Day dikenal sebagai grup yang kerap vokal tentang keresahan sosial melalui musik. Album mereka yang paling fenomenal adalah American Idiot (2004), yang merupakan kritik tajam terhadap pemerintahan Amerika. Di tengah meningkatnya aksi boikot dan sensor terhadap aksi pro-Palestina, banyak publik figur yang memilih aman. Tindakan Green Day terasa seperti tamparan terhadap budaya diam yang menjangkiti industri hiburan.

    Dalam festival musik terbesar Amerika, serta di negara yang pemerintahannya kerap dituding mendukung militerisasi di Timur Tengah, Green Day memilih untuk bersuara. Bukan lewat orasi panjang, tetapi lewat baris lirik yang singkat dan tepat.

    Baca juga: Menangkap Realitas dalam Bidikan Lensa, Perjalanan Dorothea Lange dalam Mengabadikan Isu Sosial