Kategori: Selasar

  • Memulai Bisnis Modal Minimal Bagi Pemuda di Usia Produktif

    Memulai Bisnis Modal Minimal Bagi Pemuda di Usia Produktif

    Memulai bisnis tak lagi harus menunggu modal besar. Di era digital saat ini, para pemuda di usia produktif semakin terdorong untuk menjadi pelaku usaha bermodal minim, dengan mengandalkan kreativitas, teknologi, dan keberanian untuk mencoba. Langkah kecil seperti memanfaatkan media sosial, sistem dropship, dan kolaborasi desain menjadi lompatan awal menuju kemandirian finansial.

    modal itu penting, tapi bukan segalanya. Di era sekarang, kita bisa mulai bisnis dari modal ide kreatif dulu. Misalnya, memanfaatkan media sosial buat branding, kolaborasi barter sama temen yang punya skill desain, atau bahkan dropship biar gak perlu stok barang dulu. Kuncinya “Start small, think big, and move fast. Jangan nunggu semua serba siap, mulai aja dulu dari yang ada.” kata Arkham

    Tips Memulai Bisnis Modal Minimal

    Memulai bisnis dengan modal kecil membutuhkan keterampilan khusus yang bisa menggantikan keterbatasan dana. Critical Thinking atau mengambil keputusan cepat atau tepat adalah kemampuan untuk menganalisis situasi secara objektif, mengevaluasi berbagai opsi dan, mengambil keputusan yang tepat dalam waktu singkat.

    Bisnis Modal Minimal tidak kalah penting Communication skill atau kunci membangun hubungan seperti meyakinkan tentang nilai produk, menegosiasi, membangun jaringan. Adaptability atau kemampuan beradaptasi juga penting mengingat dinamika dunia bisnis yang terus berubah. Sebagai pelaku bisnis harus siap melakukan perubahan strategi kapan saja dibutuhkan. 

    Sebagai pelengkap, penguasaan digital skill dasar seperti copywriting untuk menciptakan konten yang menarik.Basic design untuk visualisasi ide serta kemampuan menganalisis data untuk menghasilkan insight bernilai.

    Manajemen waktu & prioritas. Arkham menggunakan sistem to-do list dan time blocking, jadi waktu kuliah tetap fokus, tapi bisnis juga tetap jalan. Anggap aja keduanya saling mendukung ilmu dari bangku kuliah bisa kamu praktekkan langsung di lapangan bisnis. Jadi bukan dua dunia yang saling bertabrakan, tapi dua dunia yang saling melengkapi.

    Menyelaraskan pendidikan dengan aktivitas wirausaha di usia muda kuncinya adalah  manajemen waktu & prioritas. Menggunakan sistem to-do list dan time blocking menjadikan waktu kuliah tetap fokus, tapi bisnis juga tetap jalan.

    Anggap aja keduanya saling mendukung ilmu dari bangku kuliah bisa kamu praktekkan langsung di lapangan bisnis. Jadi bukan dua dunia yang saling bertabrakan, tapi dua dunia yang saling melengkapi.

    Sektor bisnis yang paling potensial untuk dimasuki oleh wirausahawan muda yang relate banget sama gaya hidup Gen Z. Contohnya F&B kekinian kayak Chocotea, Digital service seperti konten kreator, social media management, sampai design dan AI tools.

    Tidak masalah kalau belum punya banyak pengalaman justru itu jadi alasan buat terus belajar dan nyoba. Belajar dari trial-error karena pengalaman terbaik ya praktik langsung.Konsumsi konten edukatif seperti podcast, YouTube, artikel. Jangan malu belajar dari orang lain termasuk kritik.

    Contoh untuk Chocotea, bisa pakai konten FOMO di TikTok, testimoni dari temen, dan visual yang aesthetic. Jangan lupa mainin storytelling—biar brand kita gak cuma jual produk, tapi juga vibes dan value.

    Tokoh yang Sukses

    Ada banyak, tapi beberapa yang paling relate seperti William Tanuwijaya (Tokopedia) yang mulai dari warnet,Gibran Rakabuming (Chilli Pari & Markobar). Mereka punya sama: visi, konsistensi, dan keberanian buat mulai dari nol.

    Mindset itu bukan bawaan lahir, tapi hasil latihan. cara kembangin banyak baca dan diskusi (biar sudut pandang makin luas. Keluar dari zona nyaman karena pertumbuhan datang dari tantangan. Biasakan untuk action first, perfect later.

    “Jangan tunggu hebat baru mulai, mulai aja dulu biar jadi hebat.”

    Baca juga Menjadi Gen Z yang Produktif, Tips Mengatur Waktu di Era Multitasking

  • Mengenal Kepribadian Oh Yi-Young di “Resident Playbook”

    Mengenal Kepribadian Oh Yi-Young di “Resident Playbook”

    MANUNGSA— Oh Yi-Young, yang diperankan oleh Go Youn-Jung, menjadi tokoh utama dalam drama medis Resident Playbook (spin-off dari Hospital Playlist). Sejak kemunculannya, ia menampilkan raut wajah yang dingin dan menunjukkan sikap terbuka, bahkan kerap bersikap blak-blakan.

    Menurut kreator drama ini, Shin Won-Ho menggambarkan Oh Yi-Young sebagai karakter yang berwajah kaku tanpa ekspresi. Di lingkungan RS Jongno Yulje tempat ia bertugas, sikap cuek Oh Yi-Young langsung mencuri perhatian tenaga pengajar dan rekan dokter. Dalam beberapa adegan awal, Oh Yi-Young menampakkan sikap acuh tak acuh yang langsung mengundang reaksi di antara senior dan profesor departemen obstetri.

    Kepribadian Oh Yi-Young dalam Resident Playbook

    Keunikan Oh Yi-Young terletak pada sikapnya yang polos dan tanpa basa-basi. Ia selalu berlaku jujur dalam situasi apa pun dan sering menyampaikan pendapatnya secara lugas. Sebagai contoh, ketika duduk di pertemuan karyawan, ia pernah tegas menolak ajakan duduk bersama profesor dengan alasan ia sedang bersama seseorang yang ia sukai. Sikap kaku dan terbuka semacam ini memang menajdi ciri khasnya. Pandangan ini membuat setiap gerakan kecil di wajahnya tampak berakna. Shin Won-Ho mengakui bahwa ekspresi tanpa emosi adalah kelebihan Go Youn-Jung, sehingga sedikit ekspresi saja langsung menuampaikan emosi yang kuat pada penonton.

    Awal yang Sulit dan Character Development

    Awalnya, Oh-Yi-Young tidak memasuki dunia medis karena panggilan hati, melainkan terpaksa. Ia enggan menjalani residensi, namun terpaksa kembali ke rumah sakit untuk melunasi hutang-hutangnya. Tekanan pekerjaan dokter ternyata sangat berat. Tekanan beban kerja dan skema rumah sakit bahkan sempat membuatnya mempertimbangkan mundur. Kolega yang manipulatif membuatnya hampir menyerah. Dalam titik terendah itu, alarm gawat darurat (code blue) nyaris membuatnya lari, namun justru membuat Oh Yi-Young sadar untuk bertahan mengahadapi tantangan.

    Oh Yi-Young saat menghadapi situasi code blue

    Lambat laun, kepribadian Oh Yi-Young mulai berkembang. Ia belajar lebih banyak tentang empati dan tanggung jawab. Misalnya, dalam sat momen ia tak tega meninggalkan pasien yang kesakitan dan memilih untuk membantu memindahkan pasien tersebut. Pengalamannya dalam membantu proses persalinan pertama kali memberi dampak mendalam pada Yi-Young. Satu ucapan salah satu professornya, Seo Jung Min, menandai titik balik reputasinya yang berubah dari residen biasa menjadi talenta medis yang menjanjikan. Langkah-langkah kecil ini menunjukkan bagaimana kepribadian Oh Yi-Young yang terus tumbuh menjadi dokter bertanggung jawab.

    Pengaruh Lingkungan

    Lingkungan rumah sakit dan interasi dengan orang lain sangat membentuk kepribadian Oh Yi-Young. Sikap blak-blakannya sering menimbulkan ketegangan sekaligus humor saat berhadapan dengan profesor atau senornya. Misalnya saat seorang senior menyuruhnya tersenyum di bawah tekanan, ia justru menjelaskan pandangannya secara jujur, menimbulkan suasana serius sekaligus jenaka. Interaksi ini menegaskan kejujuran khas Oh Yi-young, apa adanya.

    Walau awalnya canggung dalam bersosialisasi, perlahan Oh Yi-Young mulai memenangkan hati rekan-rekannya. Seiring berjalannya waktu, ia perlahan bersahabat dengan mereka. Lewat pengalaman kerja bersama, ia belajar bekerja sama. Misalnya, ia memberanikan diri membantu senior melakukan suturasi di ruang bedah dan mendapat pujian karena kepiawaiannya. Kerjasama seperti ini mengikis citra dinginnya. Bahkan rivalitas sesama residen pun berujung pada persahabatan. Semua pengalaman ini menegaskan bahwa lingkungan kerja yang kompetitif mampu mendorong Oh Yi-Young untuk berkembang.

    Sisi Hangat Oh Yi-Young

    Di balik wajah beku Oh Yi-young, penonton dapat melihat sisi hangat dan rapuh yang membuatnya makin menarik. Meskipun di depan ia terlihat sinis, hati Oh Yi-young sebenarnya lembut. Ia menunjukkan belas kasih pada pasien; misalnya dengan sabar menenangkan pasien yang ketakutan menjalani operasi besar. Tenaga medis dan penonton merasakan bahwa di bawah sikap cueknya tersimpan hati baik. Orang-orang tidak mungkin tidak menyukai kejujuran dan kepeduliannya.

    Kejujurannya juga mewarnai kisah cintanya yang canggung. Saat jatuh hati pada senior Goo Do-won, ia berani mengekspresikan perhatian—seperti meraih tangan Do-won saat foto bersama—tanpa rasa malu. Kegagapan Oh Yi-Young dalam cinta justru menambah kehangatan karakternya. Go Youn-Jung berhasil menampilkan dualitas; Oh Yi-Young nerd dalam percintaan, namun jujur apa adanya.

    Oh Yi-Young dan Goo Do-Won

    Secara keseluruhan, Oh Yi-young tampil sebagai sosok kompleks yang tumbuh sepanjang cerita. Ciri cuek yang terlihat jelas di permukaan justru melengkapi kehangatan hatinya. Kombinasi ekspresi dingin dan kepedulian tulus ini membuat ia menjadi karakter yang berkesan.

    Baca juga: Micro-Activism In Action: Mengapa Suara Generasi Muda Seperti Melati dan Isabel Wijsen Penting dalam Perubahan Sosial?

  • Micro-Activism In Action: Mengapa Suara Generasi Muda Seperti Melati dan Isabel Wijsen Penting dalam Perubahan Sosial?

    Micro-Activism In Action: Mengapa Suara Generasi Muda Seperti Melati dan Isabel Wijsen Penting dalam Perubahan Sosial?

    Bali dikenal dengan lanskap alamnya yang mempesona. Namun, di balik hingar bingar deburan ombak, tersisip cerita dua gadis muda yang merubah wajah aktivisme dengan cara yang paling sederhana. Melati dan Isabel Wijsen bukan nama asing dalam aktivisme lingkungan. Dua kakak beradik ini mulai kampanye mereka saat masih berusia 12 dan 10 tahun. Mereka bukan hanya mengamati keindahan laut, tetapi juga menyaksikan bagaimana plastik mencemari setiap sudutnya. Menurut mereka, laut bukanlah tempat sampah, bukan juga prasmanan tanpa akhir. Sejak kecil, mereka tumbuh diatas kapal, menjelajah pulau demi pulau bersama orang tuanya.  Laut adalah rumah kedua, sumber magic pada masa kecil mereka. Mulai dari menyaksikan cahaya fosfor yang bersinar saat menyiram air laut, hingga bertemu langsung dengan pari manta untuk pertama kalinya. 

    Jejak Awal, Dampak Global
    Gerakan bernama Bye Bye Plastic Bags bermula dari keresahan akan tumpukan plastik yang mencemari pantai-pantai Bali. Mereka memulai dengan aksi membersihkan sampah bersama wisatawan dan warga lokal. Dari sana, mereka bergerak mengedukasi, menyampaikan suara mereka dan akhirnya berhasil mengumpulkan lebih dari 100.000 tanda tangan dalam sebuah petisi yang mendesak pelarangan tas plastik sekali pakai. Tindakan Melati dan Isabel tidak berhenti sampai di titik itu. Mereka mendampingi lebih dari 800 keluarga serta berbagai toko lokal untuk beralih ke tas ramah lingkungan. Melalui pendekatan komunitas, mereka menunjukkan bahwa perubahan bisa datang dari hal-hal sederhana

    Micro-Activism
    Apa yang dilakukan oleh Melati dan Isabel kini dikenal dengan micro-activism. Konsep ini merujuk pada tindakan kecil dalam skala individu maupun komunitas. Jika dilakukan secara konsisten, bisa memantik perubahan sosial lebih besar. Berbeda dari aksi besar-besaran yang sering muncul di media, micro-activism bersifat personal.  Melati dan Isabel telah berbicara di hadapan ribuan orang—dari pelajar hingga pemimpin dunia di PBB. Forbes menyebut Melati sebagai salah satu dari 10 perempuan paling inspiratif di Indonesia. Namun semua pencapaian itu berakar dari satu hal yang sangat  sederhana, yaitu keresahan dan kepedulian terhadap sesuatu yang mereka cintai.

    Indonesian sisters Melati and Isabel Wijsen pose after receiving the 2017 Bambi Award in the “Our Earth” category during the award ceremony on November 16, 2017 at the Stage Theatre on Potsdamer Platz in Berlin.
    The BAMBI awards are the main German media awards. / AFP PHOTO / Tobias SCHWARZ
    (Photo credit: TOBIAS SCHWARZ/AFP via Getty Images)

    Suara dari Indonesian Ocean Pride 
    Tak hanya berhenti di Bye Bye Plastic Bags, Melati dan Isabel kemudian menjadi Founder dan Co-Founder dari Indonesian Ocean Pride,  NGO (Non-Governmental Organisation) yang bertujuan untuk menghubungkan kembali masyarakat Indonesia dengan identitas maritimnya. IOP menyoroti pentingnya laut sebagai sumber kehidupan dan bagian yang tak terpisahkan dari budaya Indonesia. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menyimpan kekayaan laut luar biasa. Namun, kekayaan itu terus terancam oleh perikanan destruktif, sampah plastik, dan polusi. IOP hadir untuk mengingatkan bahwa laut adalah identitas kita. 

    Dalam wawancaranya dengan CNN Travel, Melati menyatakan bahwa suara generasi muda seharusnya memiliki resonansi yang lebih besar. 

    “If we could meet with world leaders and speak to them, we would tell them to listen more to the youth, consider us as more than just inspiration. We have bright innovative ideas of how to deal with some of the greatest issues of our time,”

    Dengan semangat dan determinasi mereka, Melati dan Isabel menginspirasi generasi muda di seluruh dunia untuk percaya bahwa mereka memiliki kekuatan untuk membuat dampak nyata. 

    Ikuti kisah mereka di byebyeplasticbags.org dan indonesianoceanpride.org.

  • Menelusuri Ironi Fashion dan Perjuangan Buruh Garmen

    Menelusuri Ironi Fashion dan Perjuangan Buruh Garmen

    Menelusuri Industri ironi fashion telah berkembang pesat menjadi salah satu sektor ekonomi terbesar di dunia. Setiap tahun, berbagai merek ternama meluncurkan koleksi terbaru yang menarik perhatian konsumen. Namun, di balik gemerlap tren mode, ada ironi yang jarang terlihat oleh mata publik. 

    Perjuangan buruh garmen yang bekerja dalam kondisi buruk demi memenuhi permintaan pasar. Industri fashion saat ini didominasi oleh konsep rapid shape, di mana pakaian diproduksi secara massal dalam waktu singkat untuk memenuhi permintaan konsumen yang terus berubah. Tren ini membuat banyak pabrik garmen harus bekerja dengan kapasitas penuh, sering kali mengorbankan kesejahteraan para pekerjanya. Ujar seorang aktivis perburuhan, “Kondisi ini sudah menjadi rahasia umum, tetapi masih sulit untuk diatasi.” 

    Buruh garmen menghadapi berbagai permasalahan, mulai dari follow kerja yang panjang, lingkungan kerja yang tidak aman, hingga upah yang tidak layak. Beberapa perusahaan bahkan menerapkan sistem kerja yang eksploitatif, seperti target produksi yang tidak manusiawi dan tekanan dari atasan untuk bekerja melebihi batas waktu. Sayangnya, kondisi ini masih sering terjadi di berbagai negara, terutama di kawasan Asia yang menjadi pusat produksi shape dunia. Ujar seorang pekerja pabrik di Bangladesh, “Kami bekerja lebih dari 12 follow sehari, tapi gaji yang diterima masih jauh dari cukup.” 

    Beberapa pihak yang terlibat dalam industri shape dan isu eksploitasi buruh garmen yaitu: 

     1. Perusahaan arrange around the world – Mereka berperan sebagai pemilik merek yang menentukan standar produksi dan harga. Banyak perusahaan mencari pemasok yang bisa menawarkan biaya produksi serendah mungkin. Ujar seorang analis industri, “Tekanan untuk memproduksi dengan harga murah sering kali menjadi alasan utama eksploitasi buruh.” 

     2. Pabrik garmen dan pemasok – Mereka bertanggung jawab atas produksi pakaian dan sering kali harus bersaing ketat untuk mendapatkan kontrak dari perusahaan besar. Akibatnya, mereka menekan biaya operasional, yang berimbas pada kesejahteraan buruh. Ujar seorang pemilik pabrik di Vietnam, “Kami juga berada di bawah tekanan dari merek besar untuk menekan biaya produksi.” 

     3. Buruh garmen – Jutaan pekerja, sebagian besar wanita, bergantung pada industri ini untuk mencari nafkah. Namun, mereka sering kali tidak mendapatkan hak-hak dasar seperti upah layak, cuti yang adil, atau lingkungan kerja yang aman. Ujar seorang buruh di Indonesia, “Kami hanya ingin diperlakukan dengan adil dan diberi upah yang layak.” 

     4. Konsumen – Tanpa disadari, konsumen juga berkontribusi dalam rantai eksploitasi ini dengan membeli pakaian murah tanpa mempertimbangkan bagaimana dan di mana pakaian tersebut diproduksi. Ujar seorang konsumen di Eropa, “Saya tidak pernah berpikir tentang siapa 

    Eksploitasi buruh garmen terjadi di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara berkembang yang menjadi pusat produksi pakaian around the world. Beberapa negara dengan tingkat eksploitasi buruh garmen tertinggi antara lain: 

    Bangladesh – Salah satu negara dengan industri tekstil terbesar, tetapi juga terkenal dengan kondisi kerja yang buruk. Tragedi runtuhnya Rana Square pada 2013 yang menewaskan lebih dari 1.100 pekerja menjadi bukti nyata dari buruknya standar keselamatan kerja. Ujar seorang saksi mata, “Kami tahu bangunan itu retak, tetapi kami dipaksa untuk tetap bekerja.” 

    Indonesia – Banyak pabrik garmen di Indonesia masih membayar pekerja dengan upah di bawah standar kebutuhan hidup. Beberapa pekerja bahkan harus bekerja lembur tanpa kompensasi yang memadai. Ujar seorang buruh di Jakarta, “Kami terpaksa bekerja lebih lama demi mencukupi kebutuhan keluarga.” 

    Vietnam – Negara ini menjadi salah satu pemasok utama merek arrange ternama, tetapi banyak pekerja di sana menghadapi tekanan kerja yang tinggi serta hak-hak buruh yang sering diabaikan. Ujar seorang aktivis buruh, “Hak-hak pekerja di Vietnam masih sering diabaikan demi kepentingan industri.” 

    Ketidakadilan dalam industri arrange bukanlah fenomena baru. Sejak revolusi industri, pekerja tekstil telah menghadapi berbagai bentuk eksploitasi. Namun, masalah ini semakin memburuk dengan munculnya *rapid arrange* pada akhir abad ke-20. 

    Trend mode yang cepat berubah mendorong produksi besar-besaran dengan harga serendah mungkin, yang mengakibatkan perusahaan mencari tenaga kerja murah di negara berkembang. Dengan semakin tingginya permintaan akan pakaian murah, eksploitasi buruh garmen terus berlanjut hingga saat ini. 

     Ada beberapa faktor yang menyebabkan eksploitasi buruh garmen terus terjadi: 

     1. Tekanan untuk menekan biaya produksi – Perusahaan arrange besar ingin memaksimalkan keuntungan, sehingga mereka mencari pemasok dengan biaya terendah. Ini menyebabkan pabrik garmen harus mencari cara untuk memangkas biaya operasional, termasuk dengan membayar upah rendah kepada pekerja. Ujar seorang ekonom, “Ini adalah efek dari kapitalisme yang tidak terkendali.” 

     2. Kurangnya regulasi yang ketat – Di banyak negara berkembang, hukum perburuhan masih lemah atau kurang ditegakkan. Banyak perusahaan yang bisa lolos dari tanggung jawab karena pemerintah tidak memiliki cukup sumber daya atau kemauan politik untuk menindak pelanggaran. Ujar seorang pengamat industri, “Tanpa regulasi yang kuat, eksploitasi akan terus berlanjut.” 

     3. Kurangnya kesadaran konsumen – Banyak konsumen tidak menyadari bahwa pakaian yang mereka beli dengan harga murah mungkin dibuat oleh pekerja yang diperlakukan tidak adil. Kurangnya transparansi dalam rantai pasokan membuat sulit bagi konsumen untuk mengetahui kondisi kerja di balik produk yang mereka beli. Ujar seorang aktivis lingkungan, “Kesadaran konsumen 

    Industri design adalah salah satu sektor yang paling menguntungkan, tetapi di balik itu ada kisah suram tentang eksploitasi buruh garmen. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang siapa yang terlibat, di mana ini terjadi, serta bagaimana solusi bisa diterapkan, kita dapat berkontribusi dalam memperbaiki sistem ini. Sebagai konsumen, kita memiliki peran besar dalam mendorong perubahan. Dengan memilih produk yang lebih etis dan menuntut transparansi dari merek form, kita bisa membantu menciptakan industri yang lebih adil bagi semua. 

    Baca Juga: Mengeksplorasi Imajinasi Im Sang Choon di Balik K-drama ‘When Life Gives You Tangerines’

  • Menjadi Gen Z yang Produktif, Tips Mengatur Waktu di Era Multitasking

    Menjadi Gen Z yang Produktif, Tips Mengatur Waktu di Era Multitasking

    Scrolling media sosial sambil Zoom meeting, nonton YouTube sambil ngerjain tugas, atau malah nyambi jualan online waktu kuliah? Bagi Gen Z, multitasking menjadi bagian dari gaya hidup.

    Hidup sebagai Gen Z kadang rasanya seperti main game level hard. Semua harus dikerjain, semua pengen diselesaiin, tapi waktu cuma 24 jam. Mulai dari tugas kuliah yang menumpuk, pekerjaan sampingan yang harus dikejar, hingga hobi yang tak kalah penting, semuanya bersaing mengambil waktu kita. Di tengah semua itu, sering kali kita harus multitasking yang berujung pada kelelahan dan penurunan produktivitas. Padahal, di era digital yang serba cepat ini, penting banget buat bisa mengelola waktu dengan bijak agar bisa tetap produktif, tanpa merasa tertekan.

    Gimana caranya? Jangan khawatir, berikut ini adalah beberapa tips yang bisa membantu kamu, generasi muda, untuk tetap fokus dan produktif meski harus menghadapi banyak hal sekaligus.

    Kenali Prioritas, Mana yang Paling Mendesak?

    Hal pertama yang perlu kamu lakukan adalah mengenali prioritas. Kalau kamu bisa memilih mana yang lebih penting, pasti kamu bisa lebih fokus. Coba deh, buat to-do list setiap harinya. Prioritaskan hal-hal yang harus segera selesaidibandingkan dengan hal-hal yang bisa ditunda, seperti scrolling media sosial atau kegiatan lainnya. Dengan menetapkan prioritas yang jelas, kamu bisa lebih fokus pada apa yang benar-benar penting tanpa merasa terbebani. Tips simpel yang bisa kamu terapin adalah, buat to-do list untuk esok hari dengan tiga prioritas utama. Sebagai prioritas tugas-tugas ini harus kamu selesaikan hari itu juga. Tips ini Ini akan membuat kamu lebih terorganisir dan nggak bingung harus mulai dari mana.

    Coba Teknik Pomodoro! Fokus Sejenak, Istirahat Sejenak

    Teknik Pomodoro (Source: pinterest.com)

    Salah satu tantangan terbesar bagi Gen Z adalah kecenderungan untuk multitasking. Padahal, studi menunjukkan bahwa multitasking justru membuat kita lebih lama menyelesaikan pekerjaan dan lebih rentan melakukan kesalahan. Cobalah untuk fokus hanya pada satu hal dalam satu waktu. Jika kamu sering merasa cepat hilang fokus saat mengerjakan tugas atau pekerjaan terlalu lama, mungkin teknik ini bisa kamu terapin untuk mempertahankan fokus. Coba terapin teknik Pomodoro! Teknik ini super populer di kalangan orang yang suka banget multitasking. Caranya gampang, kerja fokus selama 25 menit penuh, kemudian diikuti dengan istirahat selama 5 menit. Setelah empat sesi Pomodoro (100 menit),  kamu bisa ambil istirahat yang lebih panjang, sekitar 15-30 menit. Kenapa ini efektif? Karena waktu yang singkat membuat kita lebih fokus dan tidak mudah lelah. Waktu istirahat juga membuat otak kita bisa recharge dan siap untuk kembali bekerja. Selain itu, teknik ini membantu kamu menjaga energi agar tetap stabil sepanjang hari.

    Gunakan Aplikasi Manajemen Waktu

    (Source: pinterest.com)

    Tidak bisa dipungkiri, di zaman serba digital ini, aplikasi manajemen waktu bisa jadi partner andalan untuk tetap produktif.. Ada banyak aplikasi yang bisa membantu kamu mengatur jadwal dan menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Beberapa aplikasi seperti Trello, Notion, atau Todoist bisa membantu kamu untuk menyusun daftar tugas, menetapkan deadline, dan memonitor progresmu. Aplikasi-aplikasi ini bisa membantumu melihat tugas apa yang harus dikerjakan dan kapan batas waktunya. Menambahkan catatan atau reminder. Bahkan, dengan aplikasi-aplikasi ini, kamu bisa berbagi tugas dengan teman-teman atau rekan kerja dalam project kelompok. Kamu bisa memilih aplikasi yang paling sesuai dengan kebutuhanmu. Jika kamu lebih menyukai tampilan yang simpel dan mudah digunakan, coba Todoist. Jika lebih suka sistem visual dengan board dan list, Trello bisa jadi pilihan. Tentunya kamu bisa memanfaatkan fitur notifikasi untuk tetap on-track!

    Jaga Kesehatan

    Saat mencoba menjadi produktif, kita sering lupa bahwa tubuh yang sehat adalah kunci utama dari produktivitas. Kelelahan fisik dan mental bisa membuat kita sulit fokus dan menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Karena itu, penting untuk menjaga kesehatan tubuh dan pikiran. Cobalah tidur cukup 7-8 jam setiap malam dan luangkan waktu untuk berolahraga ringan. Mungkin dengan jogging sebentar atau stretching saat sedang istirahat. Selain itu, jangan lupakan pola makan yang sehat dan bergizi. Konsistensi dalam menjaga kesehatan akan membuatmu lebih bertenaga dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Jangan sampai kerja keras justru membuat kamu burnout!.

    Konsistensi adalah Kunci

    (Source: pinterest.com)

    Saat mencoba rutinitas baru atau mengatur waktu dengan lebih bijak, hasil tidak selalu terlihat dalam semalam. Kunci utama untuk sukses adalah konsistensi. Produktivitas bukan tentang melakukan segalanya dalam satu hari, tapi tentang melakukan hal-hal kecil secara konsisten. Cobalah untuk melakukan perubahan kecil setiap hari, seperti membiasakan diri bangun lebih pagi atau menyelesaikan tugas lebih awal.  Lama-lama, kebiasaan ini akan tumbuh dan terbentuk menjadi kebiasaan yang akan membawamu menjadi lebih produktif tanpa merasa terbebani. Produktivitas itu bukan perlombaan. Jangan terlalu keras pada diri sendiri, karena setiap langkah kecil yang kamu ambil akan membawa kamu lebih dekat ke tujuanmu.

    Dengan menerapkan beberapa tips di atas, kamu bisa mulai mengatur waktu dengan lebih bijak dan tetap produktif meski dengan banyaknya distraksi. multitasking memang keren, tapi fokus pada satu hal sekaligus lebih efektif untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Produktivitas bukan tentang bekerja keras, tapi bekerja cerdas. Mulailah dengan langkah kecil, dan lihat bagaimana kebiasaan positif ini bisa membawa dampak besar pada kehidupan sehari-harimu.

  • Mengeksplorasi Imajinasi Im Sang Choon di Balik K-drama ‘When Life Gives You Tangerines’

    Mengeksplorasi Imajinasi Im Sang Choon di Balik K-drama ‘When Life Gives You Tangerines’

    Drama When Life Gives You Tangerines tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan pecinta Kdrama. Dengan latar Pulau Jeju pada tahun 1960-an, kisahnya yang relate dengan pengalaman banyak orang sekaligus penuh emosi berhasil menarik perhatian penonton. Bukan hanya sekedar drama romantis, cerita ini juga menggambarkan perjuangan hidup, membuat drama ini semakin relate dengan realitas yang dialami oleh banyak orang.

    Dibalik hype-nya drama ini, ada sosok penting yang merangkai jalan ceritanya dengan apik, yaitu Im Sang-Choon. Ia dikenal sebagai penulis yang mampu menghadirkan kisah-kisah sarat makna dengan sentuhan humor yang khas. Sebelumnya, Im Sang-Choon juga sukses dengan drama Fight for My Way (2017) dan When the Camellia Blooms (2019), dua drama slice of life yang menghangatkan hati. 

    Dalam When Life Gives You Tangerines, Im Sang-Choon kembali menunjukkan kepiawaiannya dalam membangun karakter yang hidup. Tangerine di sini bukan sekadar buah, tetapi menjadi simbol harapan dan perjuangan. Buah jeruk yang tumbuh di Pulau Jeju menghadapi angin kencang dan cuaca yang tidak menentu, namun, tetap bertahan dan menemukan kebahagiaan di segala kesulitan. Menurut Korea Times, judul drama ini merupakan adaptasi dari ungkapan dalam dialek Jeju, yaitu Pokssak Sogatsuda yang berarti “kamu telah bekerja keras”. Ungkapan ini sering digunakan untuk menyampaikan penghargaan atas usaha seseorang, mencerminkan tema utama drama ini. Tangerine dalam drama ini juga melambangkan kehangatan keluarga, kebersamaan, serta impian yang terus diperjuangkan meskipun keadaan tidak selalu berpihak. 

    ʜ𖤬𖦪ɪɴɪ. (n.d.). Pinterest. Retrieved April 08, 2025, from https://pin.it/4hdjxTRq1

    Imajinasi Im Sang-Choon juga terlihat dalam caranya membangun dunia cerita yang unik. Ia bukan sekedar menghadirkan Pulau Jeju sebagai latar tempat, tetapi menghidupkannya sebagai bagian dari narasi. Im Sang-Choon mengeksplorasi kehidupan masyarakat setempat dengan detail yang autentik, dari tradisi Haenyeo hingga dinamika sosial yang khas pada era itu. Hal ini memberikan detail lebih pada cerita, membuat penonton hanyut dalam dunia yang ia ciptakan. Gaya penyampaian Im Sang-Choon dalam ceritanya seringkali mengandung humor ringan yang digabungkan dengan momen emosional. Mampu menciptakan kesimbangan yang membuat cerita terasa lebih real. 

    Keberhasilan When Life Gives You Tangerines semakin mempertegas posisi Im Sang-Choon sebagai salah satu penulis terbaik di industri K-drama. Lebih dari sekadar hiburan, drama ini merupakan refleksi kehidupan yang mengajarkan bahwa di balik kesederhanaan selalu terdapat ruang untuk harapan dan kebahagiaan (NK)