Penulis: Zahra Zharifa

  • Reality Club Rilis Lagu Baru: ‘Quick! Love’

    Reality Club Rilis Lagu Baru: ‘Quick! Love’

    MANUNGSAReality Club merilis single ‘Quick Love’ yang mencerminkan hubungan modern yang cepat terjalin dan cepat hilang.

    Reality Club kembali menunjukkan taringnya di dunia musik Indonesia lewat single terbaru mereka yang berjudul ‘Quick Love’. Lagu ini dirilis pada akhir Mei 2025 dan langsung menarik perhatian para penggemar dengan nuansa musik yang khas serta lirik yang menggambarkan realitas hubungan di zaman modern.

    ‘Quick Love’

    ‘Quick Love’ membahas fenomena cinta yang serba instan. Di era digital seperti sekarang, hubungan seringkali terbentuk dengan cepat, tanpa proses mengenal yang dalam. Dengan lirik jujur dan musik enerjik, Reality Club mengajak kita merenungkan pengaruh teknologi pada cara mencintai.

    Dalam lagu ini, Reality Club menyampaikan kegelisahan banyak orang yang merasakan hubungan yang tidak bertahan lama. Emosi datang dan pergi secepat notifikasi di ponsel. Cinta menjadi seperti barang konsumsi yang mudah diganti. Hal ini terlihat jelas dari potongan lirik seperti “we swipe, we match, we love, then leave” yang menggambarkan siklus cepat dalam hubungan masa kini.

    Secara musikal, ‘Quick Love’ tetap mempertahankan ciri khas Reality Club seperti perpaduan antara nuansa indie rock dan sentuhan pop yang segar. Lagu ini memiliki ritme cepat dan vokal yang ekspresif, menciptakan suasana yang cocok dengan tema yang mereka angkat. Band ini seolah ingin menunjukkan bahwa meskipun cinta bisa datang dengan cepat, dampaknya bisa terasa dalam dan rumit.

    Reality Club juga merilis video musik untuk lagu ini yang menggambarkan pasangan-pasangan yang saling bertemu dan berpisah dengan cepat. Visual yang dinamis dan penggunaan warna-warna cerah menciptakan kesan modern namun tetap menyimpan sisi melankolis.

    Emosional yang Relevan

    Melalui ‘Quick Love’, Reality Club berhasil mengangkat topik yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, khususnya generasi muda. Lagu ini bukan hanya enak didengar, tapi juga mengajak kita berpikir ulang tentang arti cinta yang sebenarnya di tengah dunia yang serba cepat.

    Dengan karya ini, Reality Club membuktikan bahwa mereka bukan hanya piawai dalam bermusik, tapi juga peka terhadap isu sosial dan emosional yang relevan. ‘Quick Love’ adalah pengingat bahwa cinta sejati mungkin butuh waktu, dan tidak selalu datang secepat swipe di layar.

    Baca juga: Fourtwnty dan “Mangu” Sukses Mendunia

  • Ariel Tatum: Belajar Jujur pada Diri Sendiri

    Ariel Tatum: Belajar Jujur pada Diri Sendiri

    MANUNGSA – Ariel Tatum meninggalkan gemerlap dunia hiburan untuk menemukan kembali jati dirinya. Ariel belajar berhenti sejenak, mengenali luka batin, dan perlahan jujur pada perasaan yang selama ini ia pendam. Perjalanan itu bukan hanya menguatkannya, tapi juga menginspirasi banyak orang untuk lebih mencintai diri sendiri.

    Ariel Tatum

    Publik telah mengenal Ariel Tatum sebagai aktris berbakat dengan wajah memikat dan kemampuan akting yang kuat. Namun di balik gemerlap dunia hiburan, Ariel menyimpan perjalanan batin yang panjang untuk mengenal diri sendiri dan belajar jujur atas apa yang dia rasakan.

    Tak banyak yang tahu bahwa perempuan kelahiran 1996 ini pernah bergelut dengan tekanan batin yang berat. Di masa ketika kariernya sedang naik, Ariel justru memilih mundur sejenak dari layar kaca. Dia tidak mundur karena kehabisan peluang, tapi karena ingin menemukan kembali jati dirinya yang sebenarnya.

    Ketika Popularitas Tak Menyembuhkan Luka

    Sejak usia remaja, Ariel Tatum sudah menjadi sorotan. Dia tampil di berbagai sinetron, iklan, hingga film layar lebar. Tetapi seiring dengan bertambahnya popularitas, tekanan pun datang tanpa henti.

    Ariel sempat mengalami gangguan kesehatan mental yang membuatnya merasa terasing bahkan dari dirinya sendiri. Ariel menjalani terapi, berkonsultasi dengan psikolog, dan perlahan-lahan mulai memahami bahwa hidup bukan soal menyenangkan semua orang, tapi tentang berdamai dengan diri sendiri.

    Memilih Menepi, Bukan Menyerah

    Keputusan Ariel untuk vakum dari dunia hiburan sempat mengejutkan banyak orang. Tapi bagi Ariel, itu adalah langkah penting untuk memulihkan diri. Dia mulai menulis jurnal, belajar meditasi, dan menjalani hidup yang lebih tenang jauh dari sorotan kamera.

    Ariel tak lagi menutupi perasaannya dengan senyum palsu atau sikap profesional semata. Dia belajar menangis jika perlu, berbicara jika sakit, dan diam jika lelah. Baginya, kejujuran emosional adalah bentuk tertinggi dari keberanian.

    Kembali dengan Wajah Baru

    Setelah beberapa waktu menepi, Ariel kembali ke dunia hiburan. Tapi kali ini, dia membawa versi dirinya yang lebih utuh dan kuat. Ariel tak lagi takut menunjukkan sisi rapuhnya di hadapan publik. Dia mulai membuka suara tentang kesehatan mental, tekanan di balik layar, dan pentingnya mencintai diri sendiri.

    Peran-peran yang dia ambil pun lebih selektif. Ariel memilih karakter yang membuatnya tumbuh, bukan hanya populer. Dia juga aktif dalam kegiatan sosial, terutama yang berkaitan dengan isu perempuan dan kesehatan jiwa.

    Kini, publik mengenal Ariel Tatum bukan hanya sebagai artis, tetapi juga sebagai sosok yang berani membuka diri tentang perjuangan batinnya. Di era media sosial yang sering penuh pencitraan, keberanian Ariel untuk tampil apa adanya justru menginspirasi banyak orang. Banyak penggemar yang merasa lebih dekat dengan Ariel karena kejujurannya.

    Belajar Jujur Bukan Hal Mudah

    Meski kini tampak lebih damai, Ariel mengakui bahwa belajar jujur pada diri sendiri adalah proses panjang. Masih ada hari-hari berat, masih ada keraguan, tapi dia tak lagi menghindar. Ariel memilih untuk terus berjalan perlahan tapi pasti.

    Dengan berani bersikap jujur, Ariel menunjukkan bahwa setiap orang bisa sembuh, berkembang, dan menemukan versi terbaik dari dirinya tanpa harus tampil sempurna di mata orang lain.

    Baca juga: Peduly Malang: Tumbuh Bersama, Bergerak untuk Sesama

  • Peduly Malang: Tumbuh Bersama, Bergerak untuk Sesama

    Peduly Malang: Tumbuh Bersama, Bergerak untuk Sesama

    MANUNGSA – Di tengah kesibukan dan dinamika kota, sekelompok anak muda di Malang memilih untuk peduli. Melalui komunitas Peduly Malang, mereka bergerak bersama, menyentuh kehidupan banyak orang lewat aksi sosial yang sederhana namun berdampak besar.

    Awal Mula: Dari Kepedulian Kecil Menjadi Gerakan Nyata

    Peduly Malang berdiri pada tahun 2019. Berawal dari keinginan sederhana untuk membantu sesama, komunitas ini perlahan berkembang menjadi ruang berkumpulnya anak-anak muda yang ingin terlibat aktif dalam perubahan sosial.

    Gerakan ini tidak lahir dari lembaga besar atau sponsor, tetapi dari kekuatan solidaritas dan semangat gotong royong. Anggotanya datang dari berbagai latar belakang mahasiswa, pekerja muda, dan relawan yang memiliki satu tujuan: membuat hidup orang lain sedikit lebih baik.

    Bergerak Lewat Aksi Nyata

    Peduly Malang aktif menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial, mulai dari penggalangan dana, pembagian sembako, edukasi kesehatan, kelas belajar gratis, hingga aksi bersih lingkungan. Mereka mendatangi kampung-kampung padat, rumah singgah, dan daerah yang jarang tersentuh bantuan.

    Salah satu kegiatan rutin mereka adalah Peduly Class, yaitu kelas belajar gratis untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu. Para relawan mengajar membaca, berhitung, hingga mendongeng untuk meningkatkan minat baca. Kegiatan ini tidak hanya bermanfaat bagi anak-anak, tetapi juga memberi pengalaman berarti bagi para relawan.

    Tumbuh Bersama Komunitas

    Bagi para anggotanya, Peduly bukan sekadar komunitas sosial, tetapi tempat belajar tentang empati, kepemimpinan, dan kerja tim. Setiap kegiatan menjadi ruang untuk saling mendukung, saling belajar, dan saling menguatkan.

    Kebersamaan dalam komunitas ini menciptakan ikatan yang kuat. Banyak relawan yang awalnya hanya ingin “mencoba”, kini justru menjadikan Peduly sebagai bagian penting dari hidup mereka.

    Kekuatan utama Peduly Malang terletak pada cara mereka menghadirkan harapan. Mereka tidak datang sebagai pahlawan, tetapi sebagai teman yang hadir untuk mendengarkan dan membantu sebisanya. Pendekatan ini membuat mereka diterima hangat oleh masyarakat.

    Dalam beberapa kasus, mereka bahkan berhasil membantu anak-anak kembali ke sekolah, membantu warga mendapatkan akses layanan kesehatan, atau memperbaiki rumah yang tidak layak huni.

    Semangat Kolaborasi

    Peduly Malang juga terbuka terhadap kolaborasi. Mereka bekerja sama dengan organisasi lain, sekolah, kampus, dan komunitas lokal untuk memperluas jangkauan aksi. Mereka percaya bahwa perubahan sosial akan lebih kuat jika dilakukan bersama.

    Melalui Peduly Malang, para relawan ingin mengajak lebih banyak anak muda untuk peduli dan terlibat. Menurut mereka, usia muda adalah masa terbaik untuk belajar memberi dan membangun empati.

    Peduly Malang hadir bukan sebagai solusi tunggal atas masalah sosial, tapi sebagai pengingat bahwa perubahan dimulai dari langkah kecil. Dari satu aksi, tumbuh semangat. Dari satu komunitas, tumbuh harapan. Dan dari kepedulian, lahir gerakan yang mampu menyentuh banyak hati.

    Baca juga: Langkah Bersama: Komunitas Girls on Path Malang

  • Langkah Bersama: Komunitas Girls on Path Malang

    Langkah Bersama: Komunitas Girls on Path Malang

    MANUNGSA – Puluhan perempuan di Malang melangkah bersama lewat komunitas Girls on Path. Mereka berlari, saling menyemangati, dan menunjukkan bahwa hidup sehat bisa dimulai dari langkah kecil.

    Setiap Minggu pagi di Kota Malang, puluhan perempuan berkumpul di satu titik, mengenakan pakaian olahraga, tersenyum hangat, dan siap berlari. Mereka bukan atlet profesional, bukan pula peserta lomba. Mereka adalah bagian dari komunitas ‘Girls on Path’, sebuah gerakan perempuan yang tidak hanya mengusung semangat hidup sehat, tetapi juga mendorong perempuan untuk berdaya dan saling mendukung. Semua itu mereka wujudkan lewat satu langkah sederhana, yaitu berlari bersama.

    Komunitas ini lahir dari keresahan sekaligus harapan. Banyak perempuan ingin mulai hidup sehat, tapi merasa sendirian. Ada yang takut dipandang aneh saat lari sendirian di jalan, ada yang bingung harus mulai dari mana, dan tak sedikit pula yang kehilangan motivasi karena lingkungan tak mendukung.

    Tempat Aman dan Nyaman untuk Bergerak

    “Awalnya saya cuma ingin punya teman lari,” ungkap Fani, salah satu pendiri Girls on Path Malang. “Tapi lama-lama saya sadar, ternyata banyak perempuan punya keresahan yang sama.”

    Dari situ, mereka mulai mengajak orang terdekat untuk lari bareng. Tidak ada target jarak, tidak ada tekanan, yang penting bergerak. Semakin hari, jumlah peserta bertambah. Mereka mulai rutin mengadakan sesi lari mingguan, berbagi tips kesehatan, bahkan mengundang narasumber untuk ngobrol soal isu perempuan dan kesehatan mental.

    Girls on Path bukan sekadar komunitas olahraga. Girls on Path membuat ruang aman yang memungkinkan perempuan menjadi diri sendiri tanpa takut dibandingkan, atau dituntut sempurna. Setiap langkah yang mereka ambil bersama adalah bentuk dukungan satu sama lain.

    Lebih dari Sekadar Lari

    Bagi banyak anggota, Girls on Path memberi dampak lebih dari sekadar kesehatan fisik. Lari menjadi jembatan untuk mengenal diri sendiri, memperluas pertemanan, dan membangun kepercayaan diri.

    Mereka percaya bahwa olahraga bukan hanya tentang menurunkan berat badan atau mengejar standar kecantikan. Bagi mereka, olahraga adalah bentuk merawat tubuh, mencintai diri sendiri, dan bersyukur atas kesehatan. Yang membuat Girls on Path istimewa adalah suasana kebersamaannya. Tidak ada hierarki, tidak ada keharusan, tidak ada kompetisi. Semua perempuan, dari berbagai latar belakang, usia, dan kondisi fisik, diterima dengan hangat.

    Selain itu, mereka juga aktif di media sosial dengan membagikan cerita para anggota, jadwal kegiatan, serta edukasi seputar hidup sehat dan isu perempuan. Tak hanya itu, kegiatan mereka mencakup lari santai, yoga outdoor, diskusi komunitas, hingga kampanye kesadaran mental health.

    Mendorong Perempuan untuk Bergerak

    Tujuan besar Girls on Path adalah mendorong lebih banyak perempuan untuk mulai bergerak, secara harfiah maupun makna yang lebih dalam. Bergerak melawan rasa takut, bergerak keluar dari zona nyaman, bergerak menuju kehidupan yang lebih sehat dan bahagia.

    Komunitas ini juga terbuka untuk siapa saja. Tidak harus punya pengalaman lari, tidak harus berbadan atletis. Yang dibutuhkan hanya niat dan keberanian untuk memulai. Girls on Path Malang perlahan tumbuh menjadi inspirasi. Beberapa kota mulai mengikuti jejak mereka, membentuk komunitas serupa dengan semangat yang sama seperti membangun perempuan lewat olahraga dan kebersamaan.

    Dari sekadar lari pagi, tumbuh solidaritas, kepedulian, dan semangat untuk hidup lebih sehat secara fisik maupun emosional. Melalui Girls on Path, perempuan Malang membuktikan bahwa kekuatan bisa tumbuh dari kebersamaan. Bahwa setiap langkah, sekecil apa pun, bisa menjadi awal dari perubahan besar.

    Baca juga: Dr. Tirta: Olahraga sebagai Wujud Syukur atas Kesehatan

  • Dr. Tirta: Olahraga sebagai Wujud Syukur atas Kesehatan

    Dr. Tirta: Olahraga sebagai Wujud Syukur atas Kesehatan

    MANUNGSA -Dr. Tirta tetap meluangkan waktu untuk berolahraga, meskipun ia sibuk sebagai dokter, aktivis, dan influencer. Ia menjaga kesehatan bukan sekadar menjalani rutinitas, tetapi sebagai bentuk nyata rasa syukur atas tubuh yang masih kuat dan penuh energi.

    Dr. Tirta Mandira Hudhi tetap menyempatkan diri untuk berolahraga. Baginya, olahraga bukan hanya tentang menjaga tubuh tetap bugar, tetapi juga sebagai bentuk ikhtiar dan rasa syukur atas nikmat kesehatan yang telah Tuhan berikan. Dengan gaya khasnya yang santai dan penuh semangat, pria berkacamata ini menjelaskan bahwa olahraga adalah cara paling sederhana dan efektif untuk menjaga kesehatan.

    Dari Aktivis Kesehatan ke Pelari Aktif

    Nama Dr. Tirta mulai dikenal luas publik sejak pandemi COVID-19 melanda. Tirta tampil vokal di media sosial, menyebarkan informasi akurat tentang pencegahan penyakit dan pentingnya menjaga protokol kesehatan. Namun, jauh sebelum itu, dia sudah aktif mengkampanyekan gaya hidup sehat, termasuk pentingnya olahraga.

    Perubahan gaya hidup itu dimulai secara bertahap. Dia mencoba berbagai jenis olahraga, mulai dari gym, bersepeda, hingga lari. Kini, lari menjadi aktivitas favoritnya. Dr. Tirta memilih lari karena murah, bisa dilakukan di mana saja, dan membuatnya merasa lebih bebas, segar, serta fokus.

    “Kalau lagi stres atau capek, saya lari. Rasanya kayak nge-reset kepala,” katanya sambil tersenyum.

    Olahraga sebagai Ikhtiar

    Menurut Dr. Tirta, olahraga bukan hanya soal fisik. Lebih dari itu, olahraga adalah bentuk ikhtiar dan usaha nyata manusia untuk menjaga anugerah kesehatan. Dalam Islam, ikhtiar merupakan bagian dari keimanan. Dia percaya bahwa menjaga tubuh adalah bagian dari tanggung jawab spiritual.

    “Kita nggak tahu kapan sakit datang. Tapi dengan olahraga, kita memperkecil risiko. Ini bagian dari usaha kita. Sisanya, baru kita serahkan ke Tuhan,” jelasnya.

    Dr. Tirta menekankan bahwa olahraga tidak harus selalu berat atau mahal. Cukup dengan berjalan kaki 30 menit setiap hari atau naik-turun tangga bisa memberi dampak besar bagi tubuh. Konsistensi menurutnya  jauh lebih penting daripada intensitas.

    Bentuk Rasa Syukur

    Selain sebagai bentuk ikhtiar, Dr. Tirta memandang olahraga sebagai ekspresi rasa syukur. Di tengah kesibukan dan tekanan sehari-hari, Dr. Tirta mensyukuri tubuhnya yang masih mampu bergerak, bekerja, dan beraktivitas. Rasa syukur itu juga dia tunjukkan dengan mengajak orang lain untuk hidup lebih sehat. Dr. Tirta aktif membagikan tips olahraga sederhana di media sosial, menyemangati followers-nya agar mau bergerak, meski hanya lima menit sehari.

    Dr. Tirta bukan tipe orang yang duduk di menara gading. Namun, dia terjun langsung ke lapangan, menyapa masyarakat, dan melihat realitas hidup mereka. Dari situ, Dr. Tirta semakin yakin bahwa ia harus memperluas akses terhadap informasi dan motivasi soal hidup sehat.

    Karena itu pula, ia sering ikut serta dalam berbagai event komunitas, seperti fun run, gowes bareng, dan senam bersama warga. Tirta percaya, pendekatan yang ramah dan membumi lebih efektif ketimbang ceramah panjang lebar.

    Dengan gaya hidup aktif dan semangat berbagi, Dr. Tirta tak hanya menjadi panutan dalam dunia medis, tetapi juga inspirasi bagi siapa saja yang ingin memulai hidup lebih sehat. Lewat langkah-langkah kecil dan konsisten, dia menunjukkan bahwa olahraga bukan beban, melainkan wujud syukur yang paling nyata.

    Baca juga: Sal Priadi: Diam yang Bernyanyi, Rasa yang Bersuara

  • Sal Priadi: Diam yang Bernyanyi, Rasa yang Bersuara

    Sal Priadi: Diam yang Bernyanyi, Rasa yang Bersuara

    MANUNGSA – Di tengah dunia musik yang riuh dengan dentuman dan sorak penonton, Sal Priadi memilih hadir dengan cara yang tenang dan dalam. Sal tidak berteriak untuk menarik perhatian, melainkan berbisik dan menyentuh hati pendengarnya. Dengan suara lirih dan lirik puitis, Sal mengajak siapa pun yang mendengarnya masuk ke ruang paling sunyi di dalam hati mereka.

    Sal Priadi

    Sal bukan sekadar penyanyi. tapi juga pencerita. Sal tidak sekadar menyusun nada dan lirik, tapi merangkainya menjadi perasaan yang hidup. Di tengah gemerlap industri musik, Sal tampil dengan cara yang berbeda. Sal memilih diam yang dalam, lirih yang tajam, dan lagu-lagu yang menyentuh sisi paling sunyi dari hati pendengarnya.

    Lahir di Malang, Jawa Timur, Sal tumbuh di lingkungan yang lekat dengan nilai-nilai spiritual dan keluarga. Sal bukan anak band sejak kecil, justru belajar menyimpan banyak hal dalam diam, termasuk rasa kehilangan, pertanyaan tentang diri, dan cerita-cerita yang tidak selalu bisa dijelaskan. Semua itu perlahan berubah menjadi lagu ketika ia mulai menulis.

    Lagu yang Lahir dari Kehidupan, Bukan Sekadar Tren

    Sal tidak mengikuti arus tren musik populer dan tidak mengejar lagu viral atau nada yang mudah dihafal. Sal menulis dari apa yang dia rasakan. Lagu-lagunya seperti “Amin Paling Serius”, “Ikat Aku di Tulang Belikatmu”, hingga “Kini Hidup Hanya Tentang Cinta” bukan hanya musik, tapi bagian dari perjalanan hidupnya.

    “Aku menulis lagu karena aku harus. Karena kalau tidak, rasanya penuh,” kata Sal dalam salah satu wawancaranya. Sal jujur mengakui bahwa menulis lagu adalah caranya berdamai dengan dunia terutama dengan dirinya sendiri.

    Dari cara dia menyanyi, terlihat bahwa Sal tidak berusaha tampil hebat. Sal tidak mengejar tinggi nada atau ledakan emosi, tapi justru itulah yang membuatnya kuat. Sal bernyanyi dengan rasa. Setiap kata yang keluar dari mulutnya terasa tulus, seolah dia sedang berbicara langsung dengan satu orang di antara ribuan penonton.

    Musik Sebagai Rumah, Bukan Panggung

    Sal melihat musik sebagai rumah, bukan sekadar panggung. Di lagu-lagunya, dia mengajak pendengar untuk pulang yang bukan ke tempat, tapi ke diri mereka sendiri. Sal mengangkat tema yang sederhana yaitu cinta yang gagal, perasaan yang tak terbalas, rindu yang tidak bisa disampaikan. Tapi dia mengolahnya menjadi dalam, penuh lapis makna.

    Dalam setiap konsernya, suasana selalu sunyi dan hangat. Orang-orang datang bukan untuk berjoget, tapi untuk mendengar. Mereka larut, menangis, atau bahkan hanya diam. Tapi dari diam itulah rasa berpindah dari panggung ke hati.

    Dukungan dan Doa dari Keluarga

    Salah satu kekuatan besar Sal adalah keluarganya. Sering juga menyebut ibunya dalam lagu dan wawancara. Dia tidak ragu mengungkapkan bahwa banyak nilai dalam hidupnya datang dari sosok ibu yang sabar dan penuh kasih. Doa ibunya menjadi pegangan saat dia merasa ragu, dan dukungan keluarganya membuatnya tetap membumi.

    Dalam beberapa kesempatan, Sal juga membagikan pengalamannya soal spiritualitas. Dia percaya bahwa karya yang baik bukan hanya berasal dari pikiran, tapi juga dari hati yang bersih. Sal mencoba tetap dekat dengan nilai-nilai keyakinannya meski dunia seni kadang membuat orang mudah hilang arah.

    Bagi banyak orang, lagu Sal menjadi pelukan. Saat mereka lelah, lagu-lagu itu datang sebagai teman. Saat mereka hancur, lagu itu tidak menghakimi, hanya menemani. Dan itu kekuatan yang tidak semua musisi punya.

    Sal Priadi membuktikan bahwa dalam dunia yang ramai, diam bisa lebih bermakna. Dalam dunia yang cepat, lagu yang pelan bisa lebih dalam. Sal bukan hanya penyanyi, tapi penutur rasa. Da membawa pesan bahwa menjadi manusia itu tidak harus sempurna, cukup jujur dan mau merasakan.

    Baca juga: Pelepasan Kontingen Pomprov III 2025: UMM

  • Pelepasan Kontingen Pomprov III 2025: UMM

    Pelepasan Kontingen Pomprov III 2025: UMM

    UMM dan Mahasiswa Berprestasi

    Malang, 29 Mei 2025 – Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) kembali menunjukkan komitmennya dalam dunia olahraga mahasiswa. Pada Mei 2025, UMM secara resmi melepas kontingen yang akan bertanding di Pekan Olahraga Mahasiswa Provinsi (Pomprov) III Jawa Timur tepatnya di Surabaya, 28 Mei 2025 – 04 Juni 2025. Acara pelepasan ini tidak hanya menjadi simbol keberangkatan, tetapi juga ajang penguatan semangat dan persiapan mental bagi para atlet.

    Mahasiswa Atlet Punya Peran Ganda

    Para mahasiswa atlet UMM bukan hanya sibuk dengan jadwal latihan dan pertandingan. Mereka tetap mengikuti kuliah, mengerjakan tugas, dan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi kampus. Di sinilah letak tantangan sekaligus keunikan mereka. Mereka tidak hanya dituntut untuk unggul secara fisik, tetapi juga cerdas secara akademik dan sosial.

    UMM memberikan fleksibilitas akademik kepada para atlet berprestasi, namun tidak pernah mengabaikan kualitas belajar mereka. Dosen-dosen memberikan dukungan moral dan akademik, bahkan sering kali mengajak diskusi atau membantu mengatur jadwal jika ada bentrok antara pertandingan dan ujian.

    Sistem pembinaan dan dukungan lingkungan kampus turut mendorong keberhasilan mahasiswa atlet. UMM menyediakan pelatih profesional, fasilitas olahraga lengkap, serta lingkungan yang mendukung kesehatan fisik dan mental para atlet.

    Keberadaan para mahasiswa atlet ini juga memberi inspirasi bagi rekan-rekan mereka. Banyak mahasiswa non-atlet yang mengaku termotivasi untuk lebih aktif dan disiplin setelah melihat perjuangan teman-teman mereka yang mampu sukses di dua dunia: akademik dan olahraga. UMM tidak setengah-setengah dalam mendukung atletnya. Selain menyediakan fasilitas latihan, pihak kampus juga memberikan pembinaan mental dan spiritual menjelang keberangkatan. Tim dosen dan psikolog dari Lembaga Pengembangan Mahasiswa turut memberikan pelatihan motivasi dan penguatan mental kompetitif.

    Cabang Lomba 

    Tahun ini, perwakilan dari UMM akan berjuang dengan 13 cabang lomba seperti, futsal, voli pasir, voli indoor, atletik, e-sport, panjat tebing, basket, badminton, karate, taekwondo, tarung derajat, pencak silat, dan jujitsu. Selain itu, mahasiswa UMM juga akan turun menjadi kontingen dari beberapa daerah untuk pekan olahraga Provinsi Jawa Timur. 

    “Salah satu yang penting dalam agama kita itu adalah menjunjung tinggi sportifitas,” ujar Prof. Dr. Nazaruddin Malik, M.Si selaku Rektor UMM. UMM menjunjung tinggi sportivitas dan selalu siap menyambut kemenangan yang diraih oleh mahasiswa UMM Gen 24.

    Di akhir acara pelepasan, seluruh civitas akademika UMM berdiri untuk bersama-sama membacakan doa. Harapan mereka satu, agar kontingen UMM dapat pulang dengan membawa hasil terbaik, baik dari sisi prestasi maupun pengalaman.

    Baca juga: Jonatan Christie: Tantangan di Singapore Open 2025

  • Kolaborasi Lisa BLACKPINK dan Tyla di Lagu ‘When I’m With You’

    Kolaborasi Lisa BLACKPINK dan Tyla di Lagu ‘When I’m With You’

    MANUNGSA – Lisa BLACKPINK dan Tyla menyatukan suara dan budaya dalam lagu ‘When I’m With You’, hasil kolaborasi yang lahir dari persahabatan dan visi kreatif bersama.

    Lisa BLACKPINK kembali mencuri perhatian dunia musik dengan proyek terbarunya. Kali ini, ia menggandeng penyanyi asal Afrika Selatan, Tyla, dalam lagu berjudul ‘When I’m With You’. Lagu ini tidak hanya memadukan suara merdu dua penyanyi berbakat, tetapi juga menghadirkan cerita emosional yang menyentuh banyak pendengar. Melalui kolaborasi ini, Lisa dan Tyla menunjukkan bahwa musik bisa menyatukan dua dunia yang berbeda dalam satu harmoni yang memikat.

    Awal Pertemuan dan Persahabatan

    Kolaborasi antara Lisa dan Tyla bukan terjadi secara tiba-tiba. Keduanya mulai berteman sejak beberapa tahun lalu, saat mereka bertemu di salah satu acara penghargaan musik internasional. Dari obrolan ringan di belakang panggung, mereka mulai menjalin komunikasi yang lebih intens lewat media sosial dan bertukar cerita soal dunia musik, budaya, serta kehidupan pribadi.

    Lisa, yang berasal dari Thailand dan berkarier di Korea Selatan bersama BLACKPINK, merasa memiliki kesamaan dengan Tyla, penyanyi muda yang tengah naik daun dan berasal dari Afrika Selatan. Keduanya sama-sama meniti karier di industri musik global yang penuh tantangan dan tekanan. Dari kesamaan itulah tumbuh rasa saling mendukung dan akhirnya keinginan untuk membuat karya bersama.

    Proses Kreatif di Balik Lagu

    Lagu ‘When I’m With You’ mulai digarap pada akhir tahun 2024, bertepatan dengan proses produksi album solo Lisa bertajuk Alter Ego. Tyla ikut terlibat langsung dalam penulisan lirik dan proses rekaman. Mereka memilih genre R&B-pop dengan nuansa lembut namun emosional.

    Lirik lagu ini bercerita tentang perasaan cinta yang mengalir dengan tulus. Tidak ada kepura-puraan, hanya ketulusan saat bersama orang yang dicintai. Lisa dan Tyla membawakan lagu ini dengan penuh perasaan, seolah-olah mereka sedang menceritakan pengalaman pribadi.

    Kolaborasi ini juga mencerminkan kedewasaan musikal keduanya. Mereka tidak hanya mengandalkan popularitas, tapi juga kualitas vokal dan kedalaman emosi. Proses produksi dilakukan di dua tempat berbeda yaitu Seoul dan Los Angeles. Namun berkat teknologi dan kekompakan tim, semuanya berjalan lancar.

    Video Musik yang Penuh Warna

    Untuk melengkapi lagu ini, Lisa dan Tyla merilis video musik yang disutradarai oleh Olivia De Camps. Video tersebut mengambil latar suasana musim panas yang hangat, penuh warna dan energi. Lisa dan Tyla tampil dengan gaya busana yang mencolok namun tetap elegan. Keduanya menari bersama di tengah cahaya matahari, pantai, dan bunga-bunga bermekaran.

    Setiap adegan dalam video ini menggambarkan kebersamaan dan chemistry yang kuat antara keduanya. Tidak ada kesan canggung, hanya ekspresi bahagia dari dua sahabat yang menikmati waktu bersama sambil membagikan karya mereka ke seluruh dunia. Visual video musik ini menambah daya tarik lagu dan berhasil meraih jutaan penonton dalam waktu singkat.

    Kolaborasi antara Lisa dan Tyla dalam lagu When I’m With You bukan sekadar kerja sama profesional. Lagu ini lahir dari hubungan pertemanan yang tulus, dari dua perempuan muda yang saling memahami perjuangan satu sama lain di industri musik yang keras.

    Mereka membuktikan bahwa musik bisa menjadi jembatan untuk menyatukan budaya, bahasa, dan perasaan. Di tengah dunia yang semakin terhubung, kolaborasi seperti ini membawa pesan positif, bahwa persahabatan dan kreativitas dapat menciptakan karya yang indah dan bermakna.

    Dengan respon luar biasa dari publik, bukan tidak mungkin Lisa dan Tyla akan kembali berkolaborasi di masa depan. Untuk saat ini, When I’m With You telah sukses menjadi lagu yang menyentuh hati dan membuktikan kekuatan kolaborasi lintas budaya dalam dunia musik.

    Baca juga: Billie Eilish Raih Artist of the Year di AMA 2025

  • Jonatan Christie: Tantangan di Singapore Open 2025

    Jonatan Christie: Tantangan di Singapore Open 2025

    MANUNGSA – Jonatan Christie, pebulutangkis tunggal putra andalan Indonesia, kembali menjadi sorotan di turnamen Singapore Open 2025. Setelah tampil impresif di berbagai kejuaraan sebelumnya, harapan tinggi pun disematkan kepadanya. Namun, perjalanan kali ini tidak semulus yang diharapkan.

    Leonardus Jonatan Christie yang lahir pada 15 September 1997 dikenal sebagai pemain bulu tangkis tunggal putra asal Indonesia. Dia berasal dari grup PB. Tangkas Specs, Jakarta. Jonatan mulai terkenal setelah memenangkan medali emas pada partai tunggal putra pada Pesta Olahraga Asia 2018. Tahun ini Jonatan kembali berlaga di turnamen bergengsi ‘Singapore Open 2025’ pada 28 Mei 2025. Kali ini, sorotan publik tak hanya tertuju pada performanya di lapangan, tetapi juga pada bagaimana ia menghadapi tekanan sebagai pemain unggulan di tengah persaingan yang makin ketat.

    Menang di Awal, Bangun Kepercayaan Diri

    Jonatan memulai langkahnya di Singapore Open 2025 dengan menghadapi Nhat Nguyen dari Irlandia. Lawan bukan unggulan, tetapi tetap memberikan perlawanan berarti. Namun, Jonatan tidak goyah semangatnya dapat menutup pertandingan dengan skor 23-21 dan 21-16.

    Dalam pertandingan itu, Jonatan terlihat jauh lebih tenang. Jonatan mengatur tempo permainan, menjaga ritme serangan, dan sabar membangun poin. Jonatan tidak terburu-buru menuntaskan reli. Kemenangan ini membangkitkan kepercayaan dirinya yang sempat naik-turun setelah hasil kurang konsisten di beberapa turnamen sebelumnya.

    Ujian Berat di Babak 16 Besar

    Babak kedua menghadirkan tantangan lebih berat. Kali ini Jonatan menghadapi Leong Jun Hao dari Malaysia. Banyak yang mengira laga ini akan berlangsung seimbang, tetapi kenyataan berkata lain. Leong tampil lebih agresif dan percaya diri, sementara Jonatan kesulitan menemukan celah untuk menyerang balik secara efektif.

    Meski Jonatan sempat unggul dalam beberapa momen penting, Leong terus menekan lewat permainan cepat dan netting presisi. Jonatan kalah dua gim langsung, 16-21 dan 19-21. Pertandingan ini menandai akhir perjalanannya di Singapore Open 2025.

    Mengakui Kekalahan, Tidak Menyerah

    Usai pertandingan, Jonatan tidak mencari alasan. Secara terbuka mengakui bahwa Leong bermain lebih baik hari itu. “Saya sudah berusaha mencoba semuanya, tapi permainan saya memang kurang keluar. Lawan kali ini tampil sangat siap dan itu membuat saya sulit berkembang,” ujar Jonatan dalam wawancara singkat.

    Jonatan juga menegaskan bahwa kekalahan ini bukan akhir segalanya. Baginya, setiap kekalahan adalah cermin baginya. Dari situ, Jonatan bisa mengevaluasi, memperbaiki diri, dan kembali bangkit.

    Di balik pertandingan berdurasi sekitar 40 menit itu, ada tekanan mental besar yang harus Jonatan hadapi. Sebagai salah satu pemain top Indonesia, publik selalu menaruh harapan besar. Banyak yang menuntut kemenangan tanpa melihat proses di baliknya. Jonatan membawa nama bangsa, dan beban itu kadang lebih berat daripada memukul shuttlecock.

    Faktanya, di era sekarang, lawan-lawan Jonatan sudah semakin siap. Mereka menganalisis gaya mainnya, membaca polanya, dan menemukan celah. Jonatan tidak hanya harus bertanding, tetapi juga berinovasi terus agar tetap kompetitif.

    Belajar dan Bersiap untuk Turnamen Berikutnya

    Kekalahan di Singapore tidak menyurutkan semangat Jonatan. Semangatnya langsung kembali ke pelatnas, memperbaiki fisik dan strategi. Fokusnya sekarang tertuju pada turnamen berikutnya yaitu, ‘Indonesia Open’ dan ‘Olimpiade Paris 2025’ (yang baru mundur ke akhir tahun karena penjadwalan ulang).Jonatan sadar, bahwa dirinya tidak bisa hanya mengandalkan teknik.

    Dalam setiap pertandingan pasti butuh ketenangan, ketepatan membaca situasi, dan keberanian mengambil risiko. Jonatan dan tim pelatih sepakat untuk lebih banyak latihan simulasi pertandingan agar terbiasa dengan tekanan tinggi. Meski gagal melangkah jauh di Singapore Open, dukungan untuk Jonatan tetap kuat. Para penggemar membanjiri media sosial dengan pesan semangat. Banyak yang percaya bahwa Jonatan masih menjadi andalan Indonesia di masa mendatang.

    Baca juga: Ria SW dan Keotentikannya dalam Membuat Food Vlog

  • Kuliah dan Panggilan Diri

    Kuliah dan Panggilan Diri

    Jadwal Kuliah atau Panggilan Diri?

    Malang, 29 Mei 2025 – Setiap mahasiswa pasti akrab dengan aktivitas sehari-hari seperti, bangun pagi, bersiap untuk kuliah, duduk di kelas, mencatat pelajaran, dan menyelesaikan tugas. Jadwal perkuliahan yang sibuk sering kali menjadi penentu utama dalam rutinitas sehari-hari. Namun di balik semua itu, banyak di antara kita yang mulai mempertanyakan apa sebenarnya makna dari belajar? Apakah hanya untuk memenuhi kehadiran dan meraih nilai? Atau hanya perantara terhadap panggilan diri?

    Belajar di Ruang Kelas Penting, Tapi Belum Cukup

    Kita tidak bisa memungkiri bahwa pendidikan formal sangat penting. Di dalam kelas, kita belajar teori, konsep, dan dasar-dasar keilmuan yang membentuk cara berpikir kita. Kuliah mengajarkan kedisiplinan, tanggung jawab, dan kerja keras. Jadwal yang terstruktur membantu kita membentuk rutinitas dan manajemen waktu untuk kita.

    Panggilan diri muncul dari dalam dan tidak bisa kita jadwalkan. Kita bisa merasakannya sebagai dorongan untuk menulis, mengajar, membangun komunitas, berkesenian, atau menciptakan sesuatu yang tidak pernah diajarkan di ruang kuliah. Panggilan diri bukan sekedar hobi, melainkan bentuk kejujuran terdalam terhadap apa yang membuat kita merasa hidup.

    Seringkali panggilan ini muncul di tengah kesibukan akademik. Misalnya, saat mengerjakan tugas ekonomi, kita justru memikirkan ide membuat platform sosial. Atau saat duduk di kelas hukum, hati kita justru terpanggil untuk menulis cerita.

    Menjembatani Kewajiban dan Keinginan

    Apakah artinya kita harus meninggalkan kuliah demi mengejar panggilan hati? Justru tantangannya adalah menjembatani keduanya. Mencoba menemukan titik temu antara jadwal kuliah yang padat dan keinginan pribadi yang mendalam.

    Belajar yang sebenarnya bukan hanya soal menyerap ilmu, tapi juga mengenal diri sendiri. Apa yang membuat kita penasaran, apa yang ingin kita sumbangkan ke dunia, dan bagaimana kita bisa membuat ilmu yang kita pelajari di kelas menjadi relevan dengan apa yang kita rasakan sebagai misi hidup kita.

    Kita sering melupakan bahwa tujuan belajar bukan semata untuk mendapat nilai A atau lulus dengan cepat. Belajar merupakan proses terus-menerus menjadi versi terbaik dari diri kita. Bukan siapa yang tercepat, tapi siapa yang paling sadar akan prosesnya.

    Belajar adalah Tindakan Kesadaran

    Kita mulai benar-benar belajar ketika kita menyadari bahwa ilmu bukan sekadar hafalan, melainkan jembatan menuju pemahaman yang lebih luas tentang dunia dan tentang diri kita sendiri. Kita bisa belajar di mana saja seperti di kelas, di luar kelas, melalui organisasi, lewat pengalaman, dan dalam kejujuran kita pada diri sendiri.

    Hidup adalah proses pencarian dan panggilan diri tidak akan pergi hanya karena kita belum sempat menjawabnya, namun yang terpenting adalah tetap mendengarkan. Tetap belajar, dari kelas dan dari kehidupan. Dan perlahan akan menemukan arti belajar yang sebenarnya, bukan hanya mengisi kepala tapi juga mengisi hati.

    Baca juga: Potret Harapan dan Lelah di Tengah Ribuan Pencari Kerja Job Fair Bekasi