Penulis: Yuliana Sugiartini

  • Arti Kebangkitan Nasional: Apa Makna 20 Mei di Tengah Generasi yang Lelah?

    Arti Kebangkitan Nasional: Apa Makna 20 Mei di Tengah Generasi yang Lelah?

    Setiap tanggal 20 Mei, rakyat Indonesia merayakan Hari Kebangkitan Nasional. Tanggal ini menandakan terbangunnya organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1908—sebuah permulaan kesadaran bangsa untuk melawan kolonialisme dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Akan tetapi, lebih dari seratus tahun setelahnya, pertanyaan yang tergantung di pikiran banyak pemuda saat ini adalah Arti Kebangkitan Nasional: Apa Makna 20 Mei di Tengah Generasi yang Lelah? masih memiliki relevansi di tengah generasi yang mengalami kelelahan mental, emosional, dan finansial? 

    Sejarah yang Berbeda dari Realita Saat Ini 

    Boedi Oetomo tidaklah merupakan organisasi massa yang revolusioner. Ia berdiri dari sekelompok mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen)—sekolah kedokteran untuk pribumi di Batavia. Walaupun begitu, semangat yang muncul darinya merupakan awal dari kesadaran akan pentingnya persatuan sebagai sebuah bangsa. 

    “Boedi Oetomo menggabungkan pemikiran bahwa kita sebagai anak negeri memiliki identitas, memiliki suara, dan perlu bersatu untuk kekuatan masa depan yang bersama,” ujar sejarawan Universitas Indonesia, Dr. JJ Rizal, dalam sebuah wawancara pada tahun 2020. 

    Namun, jika kita melihat ke saat ini, semangat itu tampak redup. Pada zaman digital yang sarat dengan informasi cepat, tekanan sosial, ketidakpastian finansial, dan krisis iklim, semangat “kebangkitan” menjadi istilah yang sulit dipahami oleh generasi yang telah merasa lelah sejak usia muda. 

    Generasi Terkuras: Di Antara Cita dan Nyata 

    Bagaimana mungkin bisa bangkit jika kebutuhan dasar saja semakin sulit untuk dipenuhi?

    Survei yang dilakukan oleh YouGov dan UNICEF pada tahun 2022 mengungkapkan bahwa lebih dari 50% anak muda Indonesia menghadapi tekanan psikologis disebabkan oleh masalah ekonomi, stres akademik, dan ketidakpastian mengenai masa depan. Laporan itu juga menekankan kecemasan mereka mengenai kesempatan kerja, pendidikan, serta ruang partisipasi yang terbatas dalam proses pengambilan keputusan. 

    Dari sini timbul paradoks: kita diajak untuk bangkit oleh sejarah, tetapi kenyataan mendorong kita untuk bertahan dahulu jika tidak bisa dikatakan menyerah. 

    Menemukan Arti Baru: Kebangkitan Tidak Hanya Sebuah Nostalgia 

    Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada, Dr. Yulfita Rahma, menyatakan bahwa Hari Kebangkitan Nasional perlu menginterpretasikan kembali agar relevan dengan konteks masa kini. 

    “Kita tidak dapat memaksakan romantisme sejarah kepada generasi saat ini tanpa memenuhi kebutuhan mereka.” “Kebangkitan saat ini bukan hanya tentang melawan penjajah, melainkan melawan ketidakadilan, ketidak toleranan, disinformasi, dan krisis identitas,” katanya. 

    Ia memberikan contoh gerakan sosial seperti Aksi Kamisan, Indonesia Tanpa Diskriminasi, atau inisiatif petani muda digital di Jawa Tengah sebagai bentuk “kebangkitan baru” yang sesuai: lokal, organik, dan partisipatif. 

    “Sebagian besar pemuda terlibat dalam komunitas, startup sosial, dan pendidikan berbasis akar.” Namun, mereka sering merasa tidak terlihat, karena negara tidak hadir dalam usaha mereka. Sebenarnya di situlah arti kebangkitan yang sejujurnya: berkembang dari bawah, bukan dari pentas resmi,” ujarnya. 

    Dari Perlawanan Bersenjata ke Perlawanan Tanpa Suara 

    Perlawanan pada masa kolonial terkenal dengan penggunaan senjata. Akan tetapi, pertarungan di era ini lebih senyap dan rumit. Kebangkitan terkenal sebagai keberanian untuk mengungkapkan soal kesehatan mental di ruang umum. Dapat juga diartikan sebagai keputusan seorang pemuda di desa terpencil Kalimantan untuk mendirikan perpustakaan kecil di tempat tinggalnya meskipun tanpa pasokan listrik yang stabil. 

    Salah satu teladan yang menginspirasi adalah Tri Ayu Lestari (30), pendiri komunitas literasi Rumah Baca Banua di Banjarmasin. Ia memanfaatkan perahu untuk mengirimkan buku kepada anak-anak di wilayah tepi sungai. 

    “Kami tidak pernah memikirkan tentang kebangkitan nasional secara luas.” “Tetapi jika anak-anak di desa dapat belajar dan bermimpi, bukankah itu juga sebuah kebangkitan?” ujarnya. 

    Kisah seperti ini jarang tergolong dalam berita utama media atau pidato resmi. Namun, mereka adalah bukti bahwa generasi muda tidak kehilangan idealisme hanya merasa lelah karena terus terabaikan. 

    Apa yang Harus Dikerjakan? 

    Ahli sosiologi dari Universitas Airlangga, Dr. Soeprapto, menegaskan bahwa generasi milenial tidak memerlukan simbolisme yang tidak berarti. 

    “Mereka memerlukan tempat untuk berbicara, kesempatan untuk berkarya, dan jaminan hidup yang pantas.” “Jika suatu negara ingin benar-benar merayakan Kebangkitan Nasional, maka harus mulai dengan mendengarkan suara mereka,” ujarnya. 

    Ia merekomendasikan kepada pemerintah dan lembaga pendidikan untuk mengubah cara merayakan Hari Kebangkitan Nasional. Tidak hanya melalui acara atau kompetisi esai, tetapi juga dengan dialog terbuka, pendanaan untuk proyek akar rumput, dan perbaikan sistem yang menciptakan keadilan sosial. 

    Dari Pertarungan Bersenjata ke Pertarungan Diam 

    Perjuangan era kolonial terkenal dengan pengangkatan senjata. Akan tetapi, perlawanan di era ini lebih tenang dan rumit. Kebangkitan adalah sebagai bentuk keberanian untuk menyatakan kesehatan mental pada tempat umum. Juga bisa katakan sebagai pilihan seorang pemuda di daerah terpencil Kalimantan untuk mendirikan perpustakaan kecil yang ada desanya meskipun tidak ada listrik yang stabil. 

    Epilog: Bangkit dalam Kesunyian

    Pada akhirnya, arti dari Hari Kebangkitan Nasional tidak hanya ditentukan oleh negara semata. Ini adalah cerita yang perlu ditulis kembali oleh generasi saat ini, dengan tinta kecemasan dan usaha yang gigih. Kebangkitan mungkin tidak terdengar meriah seperti pada tahun 1908 atau 1945. Namun di dunia yang penuh kekacauan dan kelelahan, berani untuk bermimpi dan bertahan hidup merupakan sebuah bentuk perlawanan. 

    Baca Juga: May Day sebagai Cermin Nestapa Buruh Indonesia

  • YouTuber “Outdoor Boys” Pilih Jeda  Demi Keluarga

    YouTuber “Outdoor Boys” Pilih Jeda Demi Keluarga

    Amerika Serikat – YouTuber “Outdoor Boys” Pilih Jeda Demi Keluarga, popularitas yang tinggi tidak selalu berhubungan dengan kenyamanan. Luke Nichols, pemilik saluran YouTube terkenal Outdoor Boys, memilih untuk mengambil jeda dari dunia konten digital. Keputusan ini diambilnya untuk melindungi kehidupan pribadinya dan memberikan ruang yang lebih damai bagi keluarganya. 

    Dalam sebuah video yang viral di media sosial, Luke mengungkapkan bahwa popularitasnya mulai berdampak pada kehidupan anak-anaknya.“Kami memutuskan untuk istirahat sejenak karena semua ini mulai terlalu besar,” ujarnya sambil duduk di dalam iglo buatan, latar khas dalam salah satu videonya. 

    Petualangan, Keluarga, dan Sorotan Publik Outdoor Boys

    Outdoor Boys ini terkenal dengan konten petualangan di alam terbuka seperti mendirikan tempat berlindung di hutan, mancing, berburu, serta berbagai proyek penjelajahan alam lainnya. Saluran ini sangat populer karena tidak hanya menampilkan aspek teknik bertahan hidup, tetapi juga kehangatan keluarga yang terlibat dalam setiap kegiatan.

    Namun, meningkatnya eksposur di media sosial membuat Luke merasa harus melindungi privasi keluarganya. Anak-anaknya yang sering tampil dalam konten mulai menjadi perhatian, dan ia merasa sudah saatnya untuk mengambil langkah mundur. “Saya ingin anak-anak saya bisa hidup seperti anak-anak lain, tanpa tekanan kamera dan ekspektasi publik,” ujarnya. 

    Keputusan ia memilih jeda mendapatkan sambutan positif dari banyak penggemarnya. Warganet mengapresiasi tindakannya sebagai wujud keberanian dan cinta seorang ayah. “Ketenaran bisa dicapai kembali, tapi waktu bersama keluarga tidak bisa diulang,” tulis seorang pengguna Instagram di bagian komentar. 

    Langkah ini juga menyadarkan publik bahwa menjadi content creator bukan hanya tentang jumlah penayangan dan subscriber, tetapi juga mengenai keseimbangan hidup. Kegiatan sehari-hari yang terekam kamera seringkali menciptakan batasan dengan kenyataan yang seharusnya lepas dari ekspektasi masyarakat. 

    Walaupun belum jelas apakah keputusan ini bersifat jangka panjang atau sementara, Luke menyatakan bahwa saat ini ia hanya ingin memusatkan perhatian pada keluarga. Ia juga menyatakan bahwa akan selalu menyukai aktivitas di luar ruangan, tetapi ingin melakukannya tanpa rasa beban untuk mendokumentasikan. 

    Kisah Luke Nichols mencerminkan aspek berbeda dari dunia digital di mana individu di balik layar juga ingin merasakan kehidupan yang normal, terlepas dari perhatian publik. Keputusan YouTuber “Outdoor Boys” Pilih Jeda Demi Keluarga tersebut mengajarkan bahwa ketenaran bukan segalanya, dan nilai kekeluargaan tetap tidak tergantikan.

    Baca Juga: Muhammad Al Imran Ukir Sejarah di Debut Internasional, Raih Emas di Dubai

  • Ilmuwan Perempuan Chien-Shiung Wu Yang Melawan Dunia Patriarki

    Ilmuwan Perempuan Chien-Shiung Wu Yang Melawan Dunia Patriarki

    Ilmuwan Perempuan Chien-Shiung Wu, muncul sebagai salah satu ilmuwan terkemuka abad ke-20. Akan tetapi di balik kejayaannya, tersimpan cerita perjuangan melawan diskriminasi, pengabaian, serta bayang-bayang sistem patriarki yang sangat mendalam dalam dunia akademis. 

    Dari Sekolah Desa ke Laboratorium Manhattan 

    Chien-Shiung Wu lahir pada 31 Mei 1912 di sebuah kota kecil yang terletak di provinsi Jiangsu, Tiongkok. Ayahnya, Wu Zhong-Yi, merupakan seorang reformis pendidikan yang mendirikan sekolah untuk perempuan, sebuah langkah yang dianggap radikal pada zaman itu. Dukungan orang tua dan sistem pendidikan yang maju telah membentuk keberanian Wu sejak kecil. Ia dibesarkan dalam atmosfer yang meyakini bahwa perempuan berhak atas pendidikan yang setara. 

    Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas Nanjing, Wu berangkat ke Amerika Serikat pada tahun 1936 untuk mendapatkan gelar doktor di University of California, Berkeley, di bawah pengawasan fisikawan terkenal Ernest Lawrence peraih Nobel serta penemu siklotron. Meskipun berada di lingkungan akademik yang bergengsi, Wu merasakan secara langsung suasana yang tidak ramah terhadap perempuan dan peneliti luar negeri. Ia sering kali menjadi perempuan tunggal pada ruang seminar, dan sering kali teracuhkan dalam pembicaraan akademik, meskipun sumbangannya setara atau bahkan lebih besar. Dalam sejumlah catatan korespondensi, Wu menyatakan kekecewaannya karena harus menghadapi keraguan dari rekan-rekannya hanya karena ia adalah perempuan Asia.

    Setelah mendapatkan gelar Ph.D. di tahun 1940, Wu mengajar di Smith College dan Princeton, meskipun pada saat itu nyaris tidak ada pengajar wanita di lembaga prestisius tersebut. Pada waktu itu, sejumlah universitas menolak untuk merekrut dosen wanita di bidang ilmu murni. Namun, reputasi Wu sebagai seorang eksperimen cermat mulai tumbuh, terutama karena ketekunannya dan kemampuan menghubungkan teori dengan praktik di laboratorium. Kemampuannya ini membawa dia ke Columbia University, tempat di mana ia akhirnya menjadi bagian dari Proyek Manhattan selama Perang Dunia II salah satu periode paling signifikan dalam sejarah fisika nuklir yang sekaligus menunjukkan betapa sumbangsih perempuan sering kali tersembunyi di balik batas patriarki sains modern.

    Eksperimen Besar, Penghargaan yang Terlewat 

    Puncak sumbangan ilmiah Wu terjadi pada tahun 1956. Dua fisikawan teoretis, Tsung-Dao Lee dan Chen-Ning Yang, mengajukan bahwa hukum konservasi paritas yang meyakini simetri hukum fisika mungkin tidak berlaku dalam interaksi nuklir yang lemah. Pemikiran ini dianggap sangat polemik dan belum teruji. 

    Di sini Wu memainkan peranan yang signifikan. Ia mengatur eksperimen menggunakan isotop kobalt-60 dan menunjukkan bahwa hukum paritas benar-benar melanggar dalam keadaan tertentu. Penemuan ini menggegerkan dunia fisika dan membuka peluang untuk pemahaman baru mengenai interaksi partikel subatomik. 

    Namun yang menyedihkan: ketika Lee dan Yang meraih Hadiah Nobel Fisika pada tahun 1957, Chien-Shiung Wu tidak disebutkan. Ia, sang eksperimen yang mengonfirmasi teori mereka, kembali diacuhkan. Bagi banyak orang, ini merupakan simbol yang nyata dari ketidakadilan gender dalam penghargaan ilmiah. 

    Melampaui Lab, Suara untuk Kesetaraan

    Wu tidak berdiam diri. Dalam sejumlah pidatonya, ia mengungkapkan secara tegas mengenai ketidaksetaraan gender dalam dunia penelitian. Dalam salah satu kuliah populernya, ia mengajukan pertanyaan: 

    “Apakah alam membedakan antara pikiran laki-laki dan perempuan? Mengapa sains harus melakukannya?”

    Setelah bertahun-tahun berproduksi, Wu akhirnya meraih beberapa penghargaan prestisius, seperti Wolf Prize dan National Medal of Science. Walaupun tidak pernah meraih Nobel, ia secara umum diakui sebagai pelopor dalam fisika modern dan menjadi representasi kekuatan ilmuwan wanita. 

    Ia juga berperan aktif dalam mendorong remaja putri untuk terlibat di bidang sains dan teknologi. Keteguhan dan keberhasilannya menjadi teladan antar generasi bahwa kualitas serta dedikasi tidak terbatas pada satu jenis kelamin. 

    Warisan yang Tak Tertulis, Tapi Tak Terlupakan

    Ilmuwan perempuan Chien-Shiung Wu wafat pada tahun 1997, tetapi peninggalannya tetap ada. Ia menunjukkan bahwa kejeniusan tidak memandang gender dan bahwa keberanian menghadapi arus patriarki mampu mengubah sejarah. Dalam dunia yang masih berupaya untuk setara, ceritanya menjadi pengingat bahwa perempuan tidak hanya berhak berada di ruang laboratorium mereka seharusnya berada di jantung sejarahnya. 

    Baca juga: B.J. Habibie: Kasih, Teknologi, dan Dedikasi Tanpa Batas

  • B.J. Habibie: Kasih, Teknologi, dan Dedikasi Tanpa Batas 

    B.J. Habibie: Kasih, Teknologi, dan Dedikasi Tanpa Batas 

    Masa Kecil dan Keteguhan Seorang Ibu 

    Bacharuddin Jusuf Habibie (B.J. Habibie) lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936. Ia besar dalam keluarga yang sangat menghargai pendidikan. Akan tetapi, kehidupan tidak selalu mendukung. Saat ayahnya meninggal dunia ketika ia berumur 14 tahun, kehidupan Habibie mengalami perubahan. Ibu R.A. Tuti Marini harus menjadi satu-satunya sandaran keluarga. Dengan semangat yang tinggi, ia mendorong Habibie dan saudaranya agar tidak menyerah pada situasi. 

    Dari sang ibu, Habibie mewarisi cinta terhadap ilmu pengetahuan serta keyakinan bahwa pendidikan adalah satu-satunya cara untuk merubah nasib. Dalam keadaan terbatas, ibu tersebut bahkan bersedia menjual perhiasan agar bisa membiayai pendidikan Habibie di Jerman. Pengorbanan ini menandai permulaan dari perjalanan panjang yang akan mengangkat nama Indonesia di kancah internasional. 

    Menembus Langit Jerman 

    Tiba di Jerman, Habibie belajar teknik penerbangan di Technische Hochschule Aachen. Dan memilih fokus pada spesialisasi dalam pembuatan pesawat terbang sebuah bidang yang sangat sedikit diminati, terutama oleh mahasiswa dari negara berkembang. Habibie tidak hanya ingin sekadar menyelesaikan, ia ingin diakui sebagai seorang ahli. 

    Di negara orang, ia bekerja sambilan, hidup sederhana, dan belajar hingga larut malam. Rintangan bahasa, budaya, serta iklim tidak mengurangi semangatnya. Sebaliknya, karakter yang tangguh dan semangat juang Habibie justru berkembang dari situ. Ketekunan yang tak kunjung padam ini tertanam dalam jiwanya sebagai wujud pengabdian kepada negara, meskipun ia masih terpisah jauh dari tanah kelahiran. 

    Setelah menyelesaikan studi dengan predikat cumlaude, Habibie bergabung dengan perusahaan penerbangan Jerman, Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB). Ia menjadi salah satu figur kunci dalam kemajuan teknologi pesawat modern. Dunia mengakui kecerdasannya, namun perasaannya tetap terikat pada Indonesia. 

    Pulang untuk Membangun Bangsa 

    Akhirnya, Habibie dipanggil kembali oleh Presiden Soeharto pada tahun 1974. Pada waktu itu, Indonesia berada di fase permulaan pengembangan industri strategis. Habibie diminta untuk memimpin Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan selanjutnya mendirikan PT IPTN, perusahaan penerbangan nasional. Saya mengorbankan kenyamanan hidup di luar negeri untuk mengabdi kepada bangsa. 

    Dengan pandangan yang luas, Habibie menciptakan dasar untuk industri teknologi canggih di Indonesia. Salah satu prestasinya adalah pembuatan pesawat N-250, pesawat turboprop asli Indonesia yang menjadi lambang kemajuan teknologi nasional. Walaupun proyek ini akhirnya terhenti akibat krisis moneter, semangat dan warisan Habibie tetap berlanjut. 

    Cinta Sejati dalam Diam dan Doa 

    Di balik kecerdasannya B.J Habibie, dikenal sebagai pribadi yang setia dan romantis. Cinta sejati antara Habibie dan pasangannya, Hasri Ainun Besari, telah menggetarkan emosi jutaan jiwa. Mereka berjumpa untuk pertama kalinya saat masih remaja dan menikah sebelum Habibie kembali ke Jerman. Ainun merupakan pendamping hidup Habibie, selalu bersamanya dalam kebahagiaan dan kesedihan, dari laboratorium sampai istana negara. 

    Ketika Ainun meninggal dunia pada 2010, Habibie kehilangan sebagian penting dari dirinya. Dia menulis buku Habibie & Ainun sebagai ungkapan rasa hormat dan cinta yang abadi. Buku ini lalu diadaptasi menjadi film dan menjadi salah satu cerita yang paling diingat dalam sejarah sinema Indonesia. 

    Presiden Di Tengah Badai

    Pada tahun 1998, dalam situasi krisis politik dan ekonomi, B.J. Habibie diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia untuk menggantikan Soeharto. Walaupun masa jabatannya pendek, ia melakukan tindakan-tindakan berani seperti membuka akses demokrasi, membebaskan para tahanan politik, dan memperkenalkan kebebasan media. Kepemimpinannya yang padat namun berarti menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kemanusiaan dapat bersatu dalam pemerintahan. 

    Walaupun terdapat pendapat pro dan kontra, sumbangsih Habibie sebagai pemimpin yang transformatif tidak dapat diabaikan. Ia menunjukkan bahwa kecintaan terhadap ilmu pengetahuan tidak menghalangi seseorang untuk menjadi pemimpin yang bijaksana. 

    Warisan Yang Tak Pernah Habis

    Wafat pada 11 September 2019 pada usia 83 tahun. Kehilangannya meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi rakyat Indonesia. Akan tetapi, lebih dari itu, ia memberikan warisan: dorongan untuk terus belajar, keyakinan bahwa teknologi dapat memerdekakan, dan pengabdian kepada negara sebagai prinsip hidup yang paling utama. 

    Nama B.J. Habibie tidak hanya tertulis dalam catatan sejarah, tetapi juga bertahan dalam sanubari masyarakat Indonesia. Ini merupakan bukti bahwa pengetahuan, kasih, dan semangat perjuangan dapat bersatu menjadi kekuatan besar untuk transformasi.

    Baca juga: Sisi Lain K.H Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyah yang Penuh Kasih

  • Dari Kecantikan Menuju Kebahagiaan: Merawat Diri untuk Jiwa yang Lebih Sehat

    Dari Kecantikan Menuju Kebahagiaan: Merawat Diri untuk Jiwa yang Lebih Sehat

    Kecantikan Yang Berakar dari Dalam

    Kecantikan diri untuk Kesehatan jiwa yang sering kali di kaitkan dengan penampilan luar: kulit yang halus, tubuh yang bagus, dan Wajah yang simetris. Namun, semakin banyak orang mulai menyadari bahwa definisi kecantikan jauh lebih dalam dari sekedar apa yang tampak di penampilan. Kecantikan, dalam banyak kasus tumbuh dari bagaimana seseorang memperlakukan dirinya sendiri, baik secara fisik maupun emosional.

    Dalam keseharian yang penih tekanan, merawat diri menjadi bentuk penghargaan terhadap tubuh dan pikiran. Ritual kecil seperti memakai masker wajah, menyisir ramjet dengan tenang, atau merendam kaki dalam air hangat tidak hanya berdampak pada penampilan, tapi juga memberi ruang bagi pikiran untuk bernapas. Di sinilah konsep kecantikan sebagai investasi emosional mulai terasa relavan.

    Self Care Sebagai Bentuk Penguatan Diri

    Anggun, seorang mahasiswa di Malang, membagikan pengalamannya tentang bagaimana rutinitas merawat diri membantu mengatasi burnout. “Saya bukan orang yang terlalu peduli soal skincare dulunya, tapi setelah pandemi, saya mulai meluangkan waktu untuk hal-hal kecil seperti memakai pelembap setiap pagi. Anehnya, itu bikin saya merasa lebih punya kendali atas hidup saya,” ujarnya.

    Kisah seperti Anggun bukan hal yang asing. Banyak individu kini melihat perawatan diri bukan sebagai kewajiban sosial, tapi sebagai bentuk perlawanan terhadap tekanan eksternal. Saat dunia menuntut produktivitas tanpa henti, memiliki waktu pribadi untuk merawat tubuh dan wajah menjadi bentuk kecil dari reclaiming personal space.

    Dimensi Emosional dari Perawatan Kecantikan

    Menurut Helen L. Coons, psikolog kesehatan klinis, self care dapat dikatakan tindakan untuk fisik, emosi, relasi, dan mungkin juga profesional, edukasi, untuk beberapa orang, kesejahteraan spiritual yang mencerminkan cara kita menjaga diri kita sendiri pada tingkat yang paling mendasar. Intinya, self care adalah melakukan perawatan untuk diri kita sendiri dengan cara melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk diri kita.

    Lebih jauh lagi, kecantikan juga berperan dalam membangun koneksi sosial. Banyak komunitas daring dibentuk berdasarkan kecintaan terhadap skincare atau makeup, menjadi wadah berbagi tips sekaligus dukungan emosional. Hal ini menunjukkan bahwa kecantikan tidak lagi sekadar kompetisi antar individu, tapi sudah mulai bergeser menjadi ruang kolaborasi dan empati.

    Kecantikan Sebagai Ekspresi Diri

    Di era digital, ekspresi kecantikan juga mengalami transformasi. Media sosial memberi ruang bagi setiap orang untuk menampilkan versi terbaik dari diri mereka, bukan untuk memuaskan standar publik, tetapi untuk menyuarakan identitas pribadi.

    Warna rambut, gaya makeup, hingga skincare routine yang unik adalah bagian dari narasi personal. Pentingnya mengekspresikan diri melalui perawatan kecantikan.

    Investasi Kecil, Dampak Besar

    Meski perawatan diri sering dianggap sebagai hal sepele atau konsumtif, banyak studi dan pengalaman pribadi menunjukkan dampaknya terhadap kesehatan mental. Rutinitas yang konsisten, walau sederhana, bisa menciptakan struktur dalam hari-hari yang kacau.

    Tentu saja, perawatan diri tidak selalu berarti membeli produk mahal atau pergi ke spa mewah. Sesederhana tidur cukup, minum air putih, dan membersihkan wajah sebelum tidur sudah bisa jadi bentuk self-love yang berarti. Pada akhirnya, kecantikan bukan tentang memenuhi ekspektasi, melainkan menciptakan keseimbangan antara tubuh dan pikiran.

    Menuju Definisi Kecantikan yang Lebih Manusiawi

    Perjalanan menuju kecantikan diri untuk Kesehatan jiwa yang sejati bukan tentang perubahan drastis, tapi tentang penerimaan dan kasih sayang pada diri sendiri. Ketika kita mulai melihat kecantikan sebagai proses internal yang penuh perhatian dan kelembutan, kita mulai menyadari bahwa perawatan diri bukanlah kemewahan, tapi kebutuhan dasar.

    Kecantikan, dalam konteks ini, adalah kebahagiaan yang lahir dari keintiman dengan diri sendiri. Ia hadir saat kita jujur terhadap perasaan kita, saat kita memberi ruang untuk pulih, dan saat kita memilih untuk memperlakukan diri sendiri dengan penuh hormat.

    Dengan merawat diri, kita bukan hanya mempercantik penampilan, tapi juga menyembuhkan luka-luka kecil yang terkadang tersembunyi di balik rutinitas harian. Dan dari sana, kebahagiaan yang autentik bisa tumbuh perlahan, tapi pasti.

    Baca juga: Maudy Ayunda, Beauty Brain Behaviour

  • Di Balik Profesi Langka: Penjaga Mercusuar dan Pembuat Mainan Kayu Tradisional

    Di Balik Profesi Langka: Penjaga Mercusuar dan Pembuat Mainan Kayu Tradisional

    Jejak Langkah Penjaga Mercusuar di Pulau Lengkuas

    Di balik profesi langka terlihat jelas dalam kehidupan penjaga mercusuar di Pulau Lengkuas. Pulau Lengkuas, Belitung berdirinya sebuah mercusuar tua yang dibangun oleh pemerintah Belanda pada 1882. Meski sebagian sistem pencahayaannya telah otomatis, mercusuar ini masih terus terjaga oleh manusia. Salah satunya adalah Pak Amang, seorang penjaga mercusuar yang telah mengabdi lebih dari 21 tahun. 

    Dalam era modern yang terus berkembang, banyak profesi tradisional yang perlahan memudar. Namun, penjaga mercusuar dan pembuat mainan kayu tetap berdiri pada prinsipnya. Mereka adalah penjaga identitas budaya yang menjadi penghubung antara masa lalu dan masa kini. Seperti Pak Amang yang bertugas menjaga mercusuar di Pulau Lengkuas, Belitung, mereka bukan hanya memastikan keselamatan navigasi laut, tetapi juga menjaga jejak sejarah maritim Indonesia. Mercusuar yang dibangun sejak 1882 ini telah menjadi saksi bisu banyak peristiwa penting, dari era kolonial hingga kemerdekaan, dan tetap berdiri tegak sebagai simbol ketekunan.

    Dalam wawancara oleh Harian Kompas (2022), Pak Amant Menceritakan bagaimana ia harus tinggal selama berminggu-minggu di pulau kecil itu, yang hanya ditemani suara ombak dan burung laut. “Ketenangan luar biasa, tapi juga menguji mental. Kita tidak bisa hanya mengandalkan teknologi saja, karena cuaca bisa membuat segalanya rusak dalam sekejap,” ujarnya.

    Meski profesi ini mulai terabaikan, penjaga mercusuar seperti Pak Among tetap perlu bukan hanya untuk menjaga fungsi navigasi saja, tapi juga sebagai pelestari sejarah dan merupakan saksi bisu dunia maritim Indonesia. 

    Cerita Pekerjaan Pembuat Mainan Kayu Imogiri

    Pada sudut desa Wukisari, Imogiri, Bantul tempat sebagai sentra batik tulis, tinggalah seorang pria bernama Pak Yanto (Nama Samaran), pembuat mainan kayu tradisional sejak 1980-an. Alih-alih membuat barang modern, ia tetap setia pada mainan tradisional seperti gasing, egrang, cublak-cublak, mobil-mobilan, dan kuda-kudaan dari kayu pinus. 

    Sisi lain, Pak Yanto dari Wukirsari, Imogiri, Bantul, tetap mempertahankan keahlian membuat mainan kayu tradisional meskipun industri mainan modern telah berubah drastis. Di tengah serbuan mainan plastik dan digital, mainan kayu seperti egrang, gasing, dan kuda-kudaan tetap memiliki tempat khusus dalam hati mereka yang menghargai nilai budaya. Proses pembuatannya yang manual, mulai dari pemilihan kayu, pengukiran, hingga pengecatan, menunjukkan dedikasi tinggi dan cinta pada warisan nenek moyang.

    Menurut dari laporan Mongabay (2021), Pak Yanto memproduksi mainan tidak semata hanya untuk dijual, tapi sebagai bentuk pelestarian budaya. “Mainan ini bukan hanya hiburan, tapi juga bentuk pendidikan. Anak-anak belajar keseimbangan, kesabaran, dan kreativitas,” katanya.

    Proses pembuatannya pun masih manual, mulai dari mengukir hingga mewarnai. Sekalipun mereka harus bersaing dengan produk plastik impor dari luar negeri maupun dalam negeri yang sudah banyak di jual orang-orang dan, Pak Yanto tetap percaya bahwa nilai budaya dan buatan tangan tak akan tergantikan.

    Lika-Liku di Balik Profesi Langka, Warisan yang Perlu Dijaga 

    Profesi seperti penjaga mercusuar dan pembuat mainan kayu mungkin tidak terdengar glamor, tetapi mereka memiliki nilai kemanusiaan dan sejarah yang mendalam. Mereka menjaga sesuatu yang lebih besar dari sekedar pekerjaan yaitu identitas, ketekunan, dan makna hidup.

    Meskipun terlihat sederhana, profesi ini menghadapi berbagai tantangan. Mulai dari perubahan iklim yang mengancam keberlangsungan mercusuar hingga persaingan dengan produk mainan modern yang lebih murah dan massal. Namun, mereka tetap percaya bahwa nilai budaya yang melekat pada pekerjaan mereka tidak akan tergantikan. Bagi generasi muda, kisah mereka adalah inspirasi untuk tetap menghargai akar budaya di tengah gemerlap dunia digital.

    Kisah Pak Amani dan Pak Yanto adalah pengingat bahwa nilai budaya bukan sekadar sejarah, tetapi juga identitas yang perlu dirawat. Mereka mengajarkan kepada kita tentang ketekunan, makna hidup, dan pentingnya menjaga tradisi di tengah perubahan zaman. Dengan memahami perjuangan mereka, kita dapat lebih menghargai nilai-nilai lokal yang memperkaya identitas bangsa.

    Baca juga: Perjalanan Petani Muda dalam Membangun Pertanian Organik Berkelanjutan

  • Gelar Puteri Indonesia 2025 di Raih Oleh Firsta Yufi Amarta Putri

    Gelar Puteri Indonesia 2025 di Raih Oleh Firsta Yufi Amarta Putri

    Panitia Puteri Indonesia 2025 menganugerahkan gelar utama kepada Firsta Yufi Amarta Putri dalam ajang pemilihan nasional yang berlangsung pada Jumat malam (2/5/2025) di Jakarta Convention Center. Jawa Timur, Firsta melewati puluhan finalis lainnya melalui kombinasi penampilan kecerdasan, memukau, dan kepeduliannya terhadap isu perempuan dan kepemimpinan muda. 

    Finalis berusa 23 tahun itu menarik perhatian para dewan juri sesak awal kompetisi. Selain menguasai sesi tanya jawab, Firsta juga menunjukkan ketegasan visi nya dalam memajukan perempuan indonesia melalui pendidikan, teknologi, dan kewirausahaan.

    Memiliki Latar Belakang Kuat di Dunia Kepemimpinan

    Source: @Firstayap

    Firsta Yufi Amarta Putri memiliki latar belakang dalam bidang kepemimpinan sangat berpengaruh. Lulusan Ekonomi Universitas Airlangga Ini sangat aktif dalam berorganisasi, termasuk menjabat sebagai ketua BEM Fakultas. Ia juga pernah mewakili kampusnya dalam forum pemuda ASEAN yang membahas kepemimpinan perempuan di era digital. Pengalaman ini memperkuat kemampuannya dalam merumuskan visi besar dan mengambil keputusan strategis. Ia percaya bahwa kepemimpinan perempuan tidak hanya penting di ruang domestik, tetapi juga di sektor publik dan teknologi.


    Menjabat sebagai CEO startup sosial yang memberdayakan UMKM perempuan secara digital. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara sektor swasta dan komunitas lokal untuk meningkatkan kemandirian perempuan. Dalam pidatonya, Firsta berkomitmen menyuarakan perempuan Indonesia di forum internasional yang mendorong kesetaraan dan kepemimpinan.

    Akan Wakili Indonesia di Ajang Internasional

    Sebagai pemenang utama, Firsta akan mewakili Indonesia di ajang Miss Universe 2025. Ia berjanji untuk mempromosikan kekayaan budaya serta inovasi sosial dari Indonesia di panggung global. “Saya ingin menjadi jembatan antara tradisi dan teknologi, antara akar budaya dan semangat masa depan,” ungkapnya usai dinobatkan.

    Dengan demikian, setelah berhasil meraih gelar Puteri Indonesia 2025 dan memperoleh platform yang lebih besar, Firsta Yufi Amarta Putri kini siap melangkah lebih jauh. Dengan penuh keyakinan, ia akan menjadi duta bangsa yang tak hanya cantik, namun juga berdaya, visioner, dan siap menginspirasi perempuan Indonesia untuk lebih maju di kancah internasional.

    Baca juga: Kenalan sama 4 member no na

  • May Day 2025, Buruh di Jepara dan Demak Rayakan Hari Buruh Lewat Senam dan Jalan Sehat

    May Day 2025, Buruh di Jepara dan Demak Rayakan Hari Buruh Lewat Senam dan Jalan Sehat

    Jepara dan Demak, 1 Mei 2025 – May Day 2025. Acara yang meriah ini tak hanya menjadi momen rekreasi, tetapi juga menjadi ajang silaturahmi antar pekerja, pemerintah, dan pengusaha kamis (1/5).

    Kemeriahan May Day 2025 ini Berlangsung di Pantai Kartini. Wakil Bupati Jepara menyampaikan apresiasinya kepada para buruh yang hadir dan mempertegas pentingnya sinergi dalam pembangunan daerah.

    “Buruh adalah penggerak ekonomi, tanpa mereka roda pembangunan tak akan bisa berjalan. May Day ini akan kami jadikan momentum untuk menghargai atas kerja keras mereka,” Ujarnya.

    Panitia acara Melanjutkan kegiatan dengan hiburan musik, senam sehat, donor darah, lomba TikTok, pinga pemeriksaan Kesehatan gratis. Ketua DPRD Jepara, Agus Sutisna, Turut hadir dan menyampaikan komitmennya untuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja.

    Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Demak menggelar May Day dengan jalan sehat dan mengajak ribuan buruh dari berbagai sektor untuk berpartisipasi. Mereka juga memberikan pelayanan kesehatan gratis, donor darah, dan membagikan doorprize kepada peserta. Bupati Demak, Eisti’anah, secara langsung juga melepas peserta dari Sport Center Demak.

    “Kita ingin menunjukkan bahwa memperingati Hari Buruh tidak harus turun ke jalan untuk melakukan ujuk rasa, tetapi bisa dengan kegiatan positif yang membangun semangat kebersamaan,” kata Eisti’anah.

    Pemerintah daerah bersama BPJS Ketenagakerjaan menyerahkan santunan kepada keluarga pekerja yang mengalami musibah kerja. Agar menjamin keamanan selama kegiatan berlangsung, Polres Jepara dan Demak menurunkan ratusan personel gabungan.

    Dengan adanya acara May Day 2025 ini untuk mengutamakan semangat kerja antar buruh dan pemerintah dalam membangun daerah yang lebih sejahtera. 

  • Irene Suwandi: Menginspirasi Dengan Kerajinan Tangan

    Irene Suwandi: Menginspirasi Dengan Kerajinan Tangan

    Irene suwandi adalah seorang konten kreator serta pengusaha yang telah berhasil mengubah barang bekas menjadi karya seni dengan nilai tinggi. Melalui akun TikTok-nya, irene membagikan proses pembuatan kerajinan tangan yang menggunakan bahan bekas.

    Awal mula dari hobi membuat kerajinan tangan, Irene kemudian memutuskan untuk mengembangkan keterampilannya menjadi bisnis kecil-kecilan.

    Melalui akun TikTok-nya, Irene tak hanya berbagi hasil karyanya, tetapi juga memberikan tutorial mengenai cara pembuatan kerajinan tangan yang mudah.

    Ia juga mengajarkan cara merangkai berbagai barang bekas menjadi produk yang tidak hanya bermanfaat, tetapi juga memiliki nilai seni.

    Dalam setiap video yang ia unggah, Irene selalu menyertakan pesan tentang pentingnya memanfaatkan barang bekas dalam kehidupan kita sehari-hari.

    Keberhasilan Irene dalam menggabungkan kreativitas dengan berkelanjutan menunjukkan bahwa kerajinan tangan bukan hanya soal membuat produk, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan.

    Dengan terus berbagi pengetahuan dan keterampilan, ia juga menginspirasi banyak orang untuk ikut berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih hijau dan ramah lingkungan.

  • Inovasi Hijau: Peran Startup Sosial Dalam Menjawab Tantangan Limbah

    Inovasi Hijau: Peran Startup Sosial Dalam Menjawab Tantangan Limbah

    Permasalahan limbah makin kompleks, terutama pada kota-kota besar. Tetapi, dibalik tantangan tersebut tumbuh solusi yang kreatif dari para pelaku startup sosial. Mereka hadir membawa angin segar melalui pendekatan ekonomi, yang tidak hanya berfokus pengolahan limbah saja, tapi juga pada pemberdayaan masyarakat dan berkelanjutan lingkungan.

    Saat ini, limbah tidak lagi dipandang sebagai beban, tetapi sumber daya baru. Startup sosial seperti rebricks yang mengubah sampah plastik menjadi bahan bangunan, hingga sukkhacitta yang memanfaatkan sisa-sisa tekstil untuk produk fashion, menunjukkan bahwa inovasi ini bisa lahir dan tumbuh dari hal-hal yang selama ini dianggap tak berguna oleh orang-orang.

    Dengan mengusung model bisnis berdampak, para startup ini berkerjasama dalam mengurangi sampah sekaligus untuk membuka peluang ekonomi. Mereka menciptakan lapangan kerja lokal, membangun kesadaran pada lingkungan, serta menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak baik itu pemerintah, pekerja industri, maupun komunitas. 

    Tak hanya itu saja, mereka juga aktif dalam mengedukasi masyarakat untuk menerapkan gaya hidup yang minim lembah. Edukasi dan kolaborasi menjadi kunci dalam mempererat ekosistem ekonomi sirkular yang berkelanjutan.

    Keberhasilan mereka juga membuktikan bahwa inovasi sosial dan keberlanjutan bisa berjalan dengan seiring waktu. Dengan dukungan regulasi dan pendanaan yang tepat peran startup sosial akan semakin penting dalam menciptakan masa depan yang hijau, inklusif dan resilien.

    Lembah bukan akhir dari siklus, tetapi awal dari peluang baru jika dikelola dengan visi dan strategi yang tepat.