Penulis: Yuliana Sugiartini

  • Dari Kecantikan Menuju Kebahagiaan: Merawat Diri untuk Jiwa yang Lebih Sehat

    Dari Kecantikan Menuju Kebahagiaan: Merawat Diri untuk Jiwa yang Lebih Sehat

    Kecantikan Yang Berakar dari Dalam

    Kecantikan diri untuk Kesehatan jiwa yang sering kali di kaitkan dengan penampilan luar: kulit yang halus, tubuh yang bagus, dan Wajah yang simetris. Namun, semakin banyak orang mulai menyadari bahwa definisi kecantikan jauh lebih dalam dari sekedar apa yang tampak di penampilan. Kecantikan, dalam banyak kasus tumbuh dari bagaimana seseorang memperlakukan dirinya sendiri, baik secara fisik maupun emosional.

    Dalam keseharian yang penih tekanan, merawat diri menjadi bentuk penghargaan terhadap tubuh dan pikiran. Ritual kecil seperti memakai masker wajah, menyisir ramjet dengan tenang, atau merendam kaki dalam air hangat tidak hanya berdampak pada penampilan, tapi juga memberi ruang bagi pikiran untuk bernapas. Di sinilah konsep kecantikan sebagai investasi emosional mulai terasa relavan.

    Self Care Sebagai Bentuk Penguatan Diri

    Anggun, seorang mahasiswa di Malang, membagikan pengalamannya tentang bagaimana rutinitas merawat diri membantu mengatasi burnout. “Saya bukan orang yang terlalu peduli soal skincare dulunya, tapi setelah pandemi, saya mulai meluangkan waktu untuk hal-hal kecil seperti memakai pelembap setiap pagi. Anehnya, itu bikin saya merasa lebih punya kendali atas hidup saya,” ujarnya.

    Kisah seperti Anggun bukan hal yang asing. Banyak individu kini melihat perawatan diri bukan sebagai kewajiban sosial, tapi sebagai bentuk perlawanan terhadap tekanan eksternal. Saat dunia menuntut produktivitas tanpa henti, memiliki waktu pribadi untuk merawat tubuh dan wajah menjadi bentuk kecil dari reclaiming personal space.

    Dimensi Emosional dari Perawatan Kecantikan

    Menurut Helen L. Coons, psikolog kesehatan klinis, self care dapat dikatakan tindakan untuk fisik, emosi, relasi, dan mungkin juga profesional, edukasi, untuk beberapa orang, kesejahteraan spiritual yang mencerminkan cara kita menjaga diri kita sendiri pada tingkat yang paling mendasar. Intinya, self care adalah melakukan perawatan untuk diri kita sendiri dengan cara melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk diri kita.

    Lebih jauh lagi, kecantikan juga berperan dalam membangun koneksi sosial. Banyak komunitas daring dibentuk berdasarkan kecintaan terhadap skincare atau makeup, menjadi wadah berbagi tips sekaligus dukungan emosional. Hal ini menunjukkan bahwa kecantikan tidak lagi sekadar kompetisi antar individu, tapi sudah mulai bergeser menjadi ruang kolaborasi dan empati.

    Kecantikan Sebagai Ekspresi Diri

    Di era digital, ekspresi kecantikan juga mengalami transformasi. Media sosial memberi ruang bagi setiap orang untuk menampilkan versi terbaik dari diri mereka, bukan untuk memuaskan standar publik, tetapi untuk menyuarakan identitas pribadi.

    Warna rambut, gaya makeup, hingga skincare routine yang unik adalah bagian dari narasi personal. Pentingnya mengekspresikan diri melalui perawatan kecantikan.

    Investasi Kecil, Dampak Besar

    Meski perawatan diri sering dianggap sebagai hal sepele atau konsumtif, banyak studi dan pengalaman pribadi menunjukkan dampaknya terhadap kesehatan mental. Rutinitas yang konsisten, walau sederhana, bisa menciptakan struktur dalam hari-hari yang kacau.

    Tentu saja, perawatan diri tidak selalu berarti membeli produk mahal atau pergi ke spa mewah. Sesederhana tidur cukup, minum air putih, dan membersihkan wajah sebelum tidur sudah bisa jadi bentuk self-love yang berarti. Pada akhirnya, kecantikan bukan tentang memenuhi ekspektasi, melainkan menciptakan keseimbangan antara tubuh dan pikiran.

    Menuju Definisi Kecantikan yang Lebih Manusiawi

    Perjalanan menuju kecantikan diri untuk Kesehatan jiwa yang sejati bukan tentang perubahan drastis, tapi tentang penerimaan dan kasih sayang pada diri sendiri. Ketika kita mulai melihat kecantikan sebagai proses internal yang penuh perhatian dan kelembutan, kita mulai menyadari bahwa perawatan diri bukanlah kemewahan, tapi kebutuhan dasar.

    Kecantikan, dalam konteks ini, adalah kebahagiaan yang lahir dari keintiman dengan diri sendiri. Ia hadir saat kita jujur terhadap perasaan kita, saat kita memberi ruang untuk pulih, dan saat kita memilih untuk memperlakukan diri sendiri dengan penuh hormat.

    Dengan merawat diri, kita bukan hanya mempercantik penampilan, tapi juga menyembuhkan luka-luka kecil yang terkadang tersembunyi di balik rutinitas harian. Dan dari sana, kebahagiaan yang autentik bisa tumbuh perlahan, tapi pasti.

    Baca juga: Maudy Ayunda, Beauty Brain Behaviour

  • Prilly Latuconsina: Artis Muda Inspiratif, Produser Visioner, dan Pejuang Pendidikan

    Prilly Latuconsina: Artis Muda Inspiratif, Produser Visioner, dan Pejuang Pendidikan

    Dalam kilauan industri hiburan Tanah Air, Prilly Latuconsina tampil bukan sekadar sebagai bintang yang memikat melalui kemampuan akting dan kemerduan vokalnya. Melainkan sebagai representasi perempuan muda yang terus mendemonstrasikan bahwa pencapaian tertinggi tidak memerlukan pengorbanan terhadap nilai-nilai fundamental.

    Sejak kemunculannya di layar kaca melalui sinetron “Ganteng Ganteng Serigala” pada 2014. Prilly sempat terjebak dalam label aktris anak muda yang hanya mengandalkan daya tarik visual. Seiring berjalannya waktu, persepsi tersebut terbantahkan. Kini, meski masih berusia relatif muda, Prilly telah bertransformasi menjadi aktris kaliber atas, sutradara produksi, bahkan pengusaha di bidang olahraga. semua peran tersebut embannya, dengan dedikasi dan nilai moral yang langka tengah industri hiburan yang begitu fluktuatif.

    Perpindahan dari Panggung Hiburan ke Bangku Akademis

    Prilly yang lahir di Tangerang pada 15 Oktober 1996 ini besar dalam lingkungan keluarga yang memberikan ruang kebebasan untuk berekspresi. Dengan latar belakang ayah bersuku Ambon dan ibu berdarah Sunda, sejak usia dini Prilly sudah terlatih untuk tampil percaya diri dan mengutarakan pendapat. Meski demikian, ketika popularitasnya mencapai puncak, ia justru memutuskan untuk memprioritaskan dunia akademik.

    “Menurut saya, pendidikan merupakan wujud apresiasi tertinggi kepada diri sendiri,” demikian pernyataannya ketika CNN Indonesia mewawancarainya pada 2021. Ungkapan tersebut terbukti bukan sekadar kata-kata kosong. Di tahun 2021, ia sukses meraih gelar sarjana Ilmu Komunikasi dari London School of Public Relations (LSPR) dengan prestasi cum laude. Bahkan, ia berhasil menjadi lulusan terpandai dengan indeks prestasi yang hampir sempurna, yakni 3,9.

    Pencapaian akademis ini mengungkapkan bahwa bagi Prilly, definisi sukses tidak hanya mengukur dari tingkat popularitas atau jumlah pengikut platform digital, tetapi melalui upaya pembangunan kapasitas diri yang berkelanjutan dan pembentukan karakter yang solid.

    Menjelajahi Dunia Produksi

    Kesibukan di dunia akting tidak membuat Prilly merasa cukup hanya berperan sebagai pemeran. Pada 2020, ia mulai memasuki ranah produksi film dengan mendirikan perusahaan produksi bernama Sinemaku Pictures. Karya perdananya sebagai produser, film “Kukira Kau Rumah” (2022), meraih kesuksesan baik dari sisi komersial maupun apresiasi kritikus. Karya tersebut mengangkat topik kesehatan mental yang masih sensitif di tengah masyarakat, sebuah tema yang Prilly yakini perlu mendapat perhatian lebih.

    Berdasarkan perbincangan dengan Kompas di 2022, Prilly menjelaskan bahwa keterlibatannya dalam produksi bukan semata-mata untuk mengendalikan aspek kreatif, namun juga didorong oleh keinginan untuk mewujudkan ruang penceritaan yang lebih terbuka dan mampu menyentuh hati. “Saya berharap narasi-narasi yang kita hadirkan lebih otentik dan mampu membuat penonton merasa direpresentasikan,” katanya.

    Prilly juga menunjukkan keberanian dengan mengambil peran-peran yang bertentangan dengan image-nya, seperti tokoh kompleks dan gelap dalam film “Danur” atau serial “My Lecturer My Husband“. Sikap berani menghindari peran-peran klise ini menjadi sumber inspirasi bagi para aktris muda lainnya agar tidak terpaku pada citra “manis” atau “kekasih impian”.

    Mendobrak Prasangka dan Berbagi Secara Terbuka

    Melalui media sosial, Prilly secara konsisten menyampaikan berbagai isu penting, mulai dari kesehatan mental, keadilan gender, sampai pentingnya memahami batas-batas dalam hubungan personal. Ia sering memanfaatkan pengalaman pribadinya sebagai sarana untuk membangun rasa empati. Salah satu contohnya adalah ketika ia membuka diri mengenai beban menjadi figur publik, termasuk pelecehan siber dan standar yang tidak masuk akal.

    Dalam salah satu postingan Instagram-nya, ia menuliskan, “Terkadang kita terlalu menuntut diri sendiri demi memuaskan semua pihak. Namun hidup bukanlah arena seleksi.” Kutipan tersebut menjadi viral dan kemudian dimasukkan ke dalam buku kumpulan tulisannya yang berjudul “5 Detik dan Rasa Rindu“, yang memperlihatkan sisi kontemplative dan artistik dari sosok Prilly.

    Memimpin sebagai Perempuan

    Keputusan yang tak terduga lainnya adalah ketika pada 2022, Prilly resmi menjadi pemilik klub sepak bola Persikota Tangerang. Dalam wawancara bersama BeritaSatu, ia memaparkan alasan balik langkah tersebut: keinginan untuk berkontribusi secara langsung dalam kemajuan olahraga daerah sambil membuktikan bahwa perempuan mampu memimpin sektor yang selama ini di kuasai kaum pria.

    “Saya ingin memperlihatkan bahwa perempuan dapat berperan di segala bidang, tidak terkecuali sepak bola,” ujarnya.

    Langkah ini mendapat sambutan positif yang luas dan memicu diskusi bermakna tentang pentingnya inklusi gender dalam dunia olahraga.

    Menjadi Inspirasi dengan Keaslian

    Meskipun sering dijuluki sebagai panutan, Prilly tidak ingin dipandang sebagai sosok yang tanpa cela. Ia mengakui bahwa dirinya masih dalam proses pembelajaran, masih memiliki kekhawatiran, dan sesekali merasakan kelelahan. Namun justru di sinilah letak kekuatan utamanya kemampuan untuk menampilkan diri secara natural dan terus melakukan perbaikan.

    Di era yang kerap mengaitkan harga diri dengan jumlah apresiasi digital dan tingkat eksposur media, Prilly Latuconsina membuktikan bahwa kejujuran, etos kerja yang tinggi, dan keberanian untuk tampil beda merupakan wujud popularitas yang paling genuine.

    Baca juga: Puspa Nawasena 2025: Cahaya di Balik Gerakan Sosial

  • 4 Tips Keluar dari Zona Nyaman Ala Gen Z

    Mau coba keluar dari zona nyaman? Coba deh terapin tips ini!

  • Mengenal RBC Insititute A. Malik Fadjar

    Yuk simak lebih jauh seputar RBC Institute A. Malik Fadjar, Mulai dari sejarah sampai agenda rutin yang dilakukan

  • Apa itu Literasi Media? dan Mengapa Penting?

    Bukan cuma tahu, tapi juga paham. Literasi media itu kunci jadi pengguna yang bijak

  • Tips Menjaga Hubungan Sosial di Era Serba Online​

    Simak tips yang bisa kamu lakukan agar hubungan sosial tetap terjaga di tengah dunia serba online.

  • Taylor Swift Resmi Kuasai Enam Album Awal

    Taylor Swift Resmi Kuasai Enam Album Awal

    Taylor Swift akhirnya memiliki hak penuh atas enam album awal dalam karier musiknya, sebuah pencapaian besar setelah perjuangan panjang menghadapi isu kepemilikan master rekaman yang sempat memicu kontroversi dan perdebatan sengit di industri musik. Keberhasilan ini bukan hanya soal penguasaan aset berharga, tetapi juga simbol kemenangan bagi para musisi yang berjuang mempertahankan kendali atas karya mereka sendiri di tengah tekanan bisnis dan label rekaman besar.

    Kabar ini disampaikan melalui berbagai platform media pada akhir Mei 2025 dan menjadi sorotan besar di kalangan industri musik serta penggemar. Kini, Swift sepenuhnya menguasai master recording dari album Taylor Swift (2006), Fearless (2008), Speak Now (2010), Red (2012), 1989 (2014), dan Reputation (2017), setelah sebelumnya master album ini dimiliki oleh label lamanya, Big Machine Records.

    Konflik bermula pada 2019, saat Scooter Braun melalui perusahaan Ithaca Holdings membeli Big Machine Records, dan otomatis memiliki hak atas rekaman asli keenam album tersebut. Swift mengaku tidak diberi kesempatan membeli masternya sendiri dan merasa tidak dihargai sebagai artis yang membesarkan label tersebut. “This is my worst-case scenario,” tulis Swift dalam unggahan media sosial saat itu, yang mendapat dukungan luas dari penggemar dan sesama musisi.

    Sebagai langkah balasan, Swift memulai proyek rekaman ulang lagu-lagunya dalam versi “Taylor’s Version” mulai 2021. Hingga kini, ia telah merilis ulang Fearless, Red, Speak Now, dan 1989 dalam versi terbaru yang mendapat sambutan positif secara komersial dan kritis. Langkah ini juga berhasil menarik ulang hak eksklusif distribusi ke pihaknya sendiri.

    Kepemilikan penuh atas semua lagu kini membuat Taylor Swift memiliki kontrol total atas pemutaran, distribusi, hingga lisensi komersial dari seluruh karya lamanya. Menurut laporan Billboard dan Variety, langkah ini merupakan salah satu manuver bisnis paling berpengaruh di dunia musik dekade ini.

    Tak hanya mempertegas posisi Swift sebagai musisi independen dengan pengaruh kuat, keputusan ini juga menginspirasi banyak artis muda untuk memahami pentingnya hak atas karya sendiri. Keberhasilan ini menandai babak baru dalam industri musik modern di mana kekuasaan kreatif perlahan kembali ke tangan para penciptanya.