Manungsa – Indonesia tengah dilanda krisis literasi. Di tengah generasi yang melek digital namun tak melek literasi, Rumah Baca Cerdas (RBC) Institute A. Malik Fadjar hadir menyalakan cahaya literasi, menjadi rumah belajar yang konsisten mencetak kader intelektual bangsa.
Indonesia menghadapi krisis literasi yang kian mengkhawatirkan. Dalam survei UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia disebut hanya 0,001 persen. Artinya, dari 1.000 orang, hanya satu yang benar-benar gemar membaca. Ironisnya, ini terjadi di tengah ledakan akses informasi digital yang tak terbendung. Generasi muda melek digital, tapi tidak melek literasi. Generasi muda mampu mengakses berbagai platform media sosial dan sumber informasi dengan cepat, namun sayangnya kemampuan literasi, kemampuan membaca, memahami, dan berpikir kritisnya justru tidak sejalan dengan kemajuan teknologi tersebut. Menjawab tantangan literasi yang kian mengkhawatirkan, RBC Institute A. Malik Fadjar muncul sebagai rumah belajar komunitas yang terus menyalakan cahaya literasi melalui kaderisasi intelektual.
Membangun Literasi sebagai Pilar Intelektual
Lebih dari sekadar ruang diskusi, RBC adalah rumah belajar komunitas yang memberi ruang bagi generasi muda untuk tumbuh menjadi kader intelektual dengan pemikiran kritis, kesadaran sosial-politik, dan pemahaman keislaman yang progresif. Inilah semangat yang diwariskan oleh mendiang Prof. A. Malik Fadjar, seorang pendidik dan tokoh Muhammadiyah yang visioner.
Ketika kecepatan dan visual jadi prioritas utama di ruang digital, proses berpikir yang mendalam justru kehilangan ruangnya. RBC Institute A. Malik Fadjar menjadikan literasi sebagai alat utama dalam menghadapi krisis ini. Tidak sekadar membaca buku, literasi dimaknai sebagai kemampuan memahami, menganalisis, dan merespons realitas sosial melalui nalar. Mengimplementasikan gagasan-gagasan dan pemikiran A. Malik Fadjar tentang pendidikan dan politik secara nyata, dengan cara melakukan penelitian (riset), mengadakan diskusi, serta menyebarkan hasil pemikiran tersebut lewat tulisan atau publikasi. Literasi bukan sekadar membaca buku, tapi juga membaca zaman.

source : RBC
Kiprah Regeneratif, Mencetak Kader Intelektual Baru
Kiprah RBC Institute A. Malik Fadjar tidak berhenti pada kegiatan diskusi atau penyediaan akses bacaan semata. Sesuai dengan misinya, RBC berkomitmen pada proses regenerasi dan pengkaderan literasi untuk melahirkan kader-kader intelektual yang kelak siap menjadi pemimpin dan tokoh yang berkontribusi nyata bagi bangsa. RBC menjadi wadah bagi siapapun untuk mengembangkan potensi dirinya semaksimal mungkin. Staf-staf yang bekerja, dalam jangka waktu 1–2 tahun juga mendapatkan dukungan penuh dari RBC, baik dalam merancang rencana studinya maupun pengembangan karirnya.
“Kemarin banyak sekali kerabat RBC yang melanjutkan studi ke luar negeri. Itu juga, sedikit banyak, ada peran RBC. Mulai dari menyediakan tempat belajar, ruang diskusi, sampai jejaring yang membantu mereka terhubung ke relasi yang lebih luas. Itu adalah faktor kultural yang turut mendukung keberangkatan mereka juga,” Ungkap Manda, Koordinator Event dan Program RBC. Budaya saling mendukung dan belajar bersama inilah yang menjadi kekuatan RBC sebagai rumah belajar, bukan hanya untuk hari ini, tapi juga untuk masa depan. Dengan berbagai koleksi bacaan, ruang diskusi terbuka, serta jaringan komunitas dan organisasi, RBC telah membentuk ekosistem belajar yang produktif. Menjadi ruang langka di mana pemuda bisa bertumbuh sebagaI kader intelektual bangsa.
Di tengah krisis intelektual, RBC Institute A. Malik Fadjar bukan hanya bertahan, ia tumbuh, dan menumbuhkan. Kiprah regeneratif yang dibawanya menjadi bukti bahwa literasi masih relevan sebagai jalan membentuk masa depan bangsa. Bahwa masih ada ruang untuk berpikir, meriset, dan bertindak secara sadar. Dimulai dari kata, ditumbuhkan lewat buku, dipertajam dalam diskusi, dan diteguhkan oleh literasi.
Baca Juga : Warisan Intelektual Abdul Malik Fadjar Melalui Rumah Baca Cerdas