
Fenomena “Gapapa Kan” di TikTok kini menjadi salah satu tren yang menarik di media sosial. Para pembuat konten umumnya menampilkan perilaku atau situasi yang mungkin kontroversial, lalu menutupnya dengan pernyataan retoris “gapapa kan?” sebagai cara meminta validasi atau meredam kritik.
Dari perspektif psikologi sosial, tren ini menunjukkan kebutuhan kuat akan validasi di era digital. Ketika mereka mengucapkan “gapapa kan?”, para kreator sebenarnya meminta persetujuan dari audiens, meskipun dengan gaya santai.
Hal ini memperlihatkan bagaimana pengguna media sosial makin bergantung pada validitas eksternal. TikTok pun berperan dalam membentuk lanskap baru dalam hal persetujuan sosial.
Dari Berbagai Sudat Pandang
Secara sosiologis, tren ini mencerminkan pergeseran norma sosial. Dulu, masyarakat menganggap perilaku tertentu tabu atau tidak pantas, tetapi kini banyak pengguna menunjukkan hal tersebut secara terbuka dengan dalih “gapapa kan?”.
Dari sudut pandang ekonomi atensi, tren ini semakin menarik. Dalam persaingan ketat di TikTok untuk menarik perhatian, para kreator menggunakan frasa “gapapa kan?” untuk mendorong keterlibatan audiens. Pernyataan ini memancing penonton agar memberi reaksi, baik berupa persetujuan maupun penolakan, sehingga algoritma TikTok akan semakin menyebarkan konten mereka.
Dengan menyisipkan frasa “gapapa kan?”, para kreator menerapkan bentuk soft power secara halus. Dari segi budaya, tren ini mencerminkan masyarakat yang semakin permisif.
Tren ini juga menimbulkan pertanyaan tentang tanggung jawab platform. Dengan algoritma yang cenderung mempromosikan konten kontroversial demi engagement, TikTok secara tidak langsung turut mendorong penyebaran tren-tren yang kadang berisiko atau problematik.
Dalam era ketika batas antara ruang pribadi dan publik semakin kabur, tren ini memperlihatkan ketidaknyamanan kolektif terhadap ambiguitas moral dan etika di media sosial. Dengan mencari validasi lewat frasa sederhana ini, para pembuat konten justru mengakui keraguan mereka sendiri terhadap perilaku yang mereka tampilkan.
Tren “gapapa kan?” di TikTok bukanlah sekadar hiburan remeh. Fenomena ini mencerminkan perubahan besar dalam dinamika sosial, psikologis kolektif, dan budaya digital. Media sosial kini bukan hanya tempat berbagi konten, tetapi juga arena untuk menegosiasikan norma-norma baru dalam masyarakat masa kini.
Baca juga : Introvert atau Ekstrovert? Ternyata Kamu Bisa Jadi Keduanya
Tinggalkan Balasan